News Update :
Home » , » Faktor Pendorong munculnya suap pilkada

Faktor Pendorong munculnya suap pilkada

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Sunday, December 8, 2013 | 6:45 AM

Faktor Pendorong munculnya suap pilkada : Ruang sempit yang disediakan untuk calon independen hanya sekadar basa-basi guna menimbulkan kesan demokratis. Dikatakan demikian, kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada calon perorangan tidak diikuti dengan sanksi yang tegas jika partai politik tidak melaksanakannya. Apalagi ada aturan bahwa proses seleksi calon perorangan harus sesuai dengan mekanisme internal partai politik. Pertanyaannya, sudah seberapa banyakkah partai politik membuat aturan internal yang memungkinkan calon perorangan bersaing secara fair? Persoalan ini merupakan pintu awal masukkan suap pada proses pilkada langsung.

Tidak hanya dalam masalah sanksi, ketentuan yang ada tidak melarang kemungkinan terjadinya praktik suap dalam seleksi calon kepala daerah. Artinya, dengan adanya keharusan partai politik menjadi satu-satunya pintu yang dapat digunakan untuk menjadi calon kepala daerah, yang terancam bukan hanya pemilihan umum yang demokratis tetapi terbukanya kemungkinan terjadinya praktik suap besar-besaran dalam proses pengajuan pasangan calon. Bisa jadi, semakin besar persentase jumlah kursi partai politik, bandrol yang ditawarkan juga akan semakin tinggi. Ibarat sebuah tender terbuka, kata Teten Masduki, pembelian suara biasanya akan dimenangkan oleh the highest bidder (Kompas, 11/2).

Celakanya lagi, Definisi suap dalam Undang-Undang No 32/2004 dan PP No 6/2005 tidak terlalu jelas cakupannya. Definisi suap dalam UU No 32/2004 itu secara implisit tercantum dalam Pasal 82 Ayat (1) yang menyebutkan, Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. Kemudian Ayat (2), Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD. Dengan definisi seperti itu sulit diaplikasikan di lapangan. Dalam kenyataannya suap terjadi sejak pasangan calon mendaftarkan diri pada partai politik hingga ke masa kampanye.

Pencalonan kepala daerah yang harus melalui pintu partai politik yang memenuhi persyaratan tertentu diprediksi bakal menjadi pintu masuk terjadinya konflik. Karena calon nonpartai yang dikenal mempunyai pendukung kuat pun harus melalui pintu parpol, bisa timbul masalah jika keinginan tersebut ternyata tidak diakomodasi oleh parpol yang ada. Elite parpol yang berpikir pragmatis tentunya tidak akan dengan gampang memberi jalan kepada calon yang bukan kader partainya. Selain itu, polarisasi politik juga menjadi faktor pemicu konflik. Jika keragaman parpol, kelompok etnis, atau agama tidak menjadi pertimbangan parpol atau gabungan parpol dalam mengajukan pasangan calonnya, bisa muncul kekerasan dari kelompok yang merasa terancam eksistensinya akibat datangnya rezim monolitik itu.

Konflik dalam pengertian longgar, yakni perbedaan sosio-kultural, politik, dan ideologis di antara berbagai kelompok masyarakat, pada dasarnya tak bisa dipisahkan dari hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan kolektif. Apalagi bangsa kita dianugerahi keanekaragaman sosio-kultural yang bahkan sering saling tumpang tindih. Karena itu wajar jika bangsa yang heterogen ini menyimpan potensi konflik tinggi. Masalahnya bukan saling menyalahkan karena perbedaan asal-usul, tetapi bagaimana mengelola perbedaan secara arif sehingga bisa menjadi modal sosio-kultural yang memperkokoh ikatan kebangsaan, tata-pemerintahan, dan sistem demokratis.

Dalam konteks memenuhi right to be candidate, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan pemilihan kepala daerah yang demokratis? Dengan rentang waktu yang tersisa, partai politik seharusnya melakukan terobosan guna membuka kesempatan bagi orang-orang terbaik (baik kader partai maupun calon perseorangan) bersaing dalam seleksi internal partai politik. Kemudian, juga harus ada sikap bersama partai politik untuk mengharamkan praktik suap dalam mencari calon kepala daerah.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger