News Update :
Home » , » Ralisme, Pluralisme dan Strukturalisme

Ralisme, Pluralisme dan Strukturalisme

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Saturday, December 28, 2013 | 2:14 AM

Bagian ini didedikasikan untuk elaborasi teori hubungan internasional yang berorientasi rekreasi, bukan prokreasi
Masih ingatkah ucapan Ben Parker terhadap keponakannya, Peter Parker, dalam film Spider-Man? “With great power, comes great responsibility.” Dalam film tersebut, dikisahkan bahwa Peter menerima kekuatan super dari gigitan seekor laba-laba. Ia pun mulai menggunakannya demi kesenangannya sendiri, ia mengikuti suatu turnamen bela diri untuk mendapatkan hadiah uang yang akan ia gunakan untuk membeli mobil dan membuat gadis idamannya, Mary Jane Watson, terkesan. Namun, setelah ia ditipu oleh penyelenggara turnamen tersebut, ia pun mulai mendengarkan nasihat pamannya tersebut dan menggunakannya untuk menegakkan kedamaian di kota New York dengan menjadi seorang superhero berkedok kostum ketat berjaring laba-laba.

Sampai di sini, mari kita identifikasi relevansi film box office ini dengan teori hubungan internasional. Gunakan perspektif realisme dan analogikan Peter Parker sebagai suatu negara. Kekuatan laba-labanya merupakan power source-nya. Mobil dan Mary Jane adalah kepentingan nasionalnya. Penyelenggara turnamen bela diri tersebut adalah negara lain yang melakukan cheating terhadapnya dalam suatu perjanjian internasional. Akhirnya, negara “Parker” menjadi polisi dunia dan menegakkan kedamaian, mulai dari sini gunakan perspektif liberalisme.

Ralisme, Pluralisme dan Strukturalisme
Beberapa teori dalam HI berkonsentrasi pada aktor dalam sistem internasional, dan hal ini memiliki konsekuensi terhadap pemikiran yang lebih lanjut. Perbedaan pada actor mana yang lebih dianggap penting dan konsentrasi pada apa yang menjadi tujuan dari aktor-aktor ini tentu membuat teori seakan tidak menemui kesepakatan mutlak bahkan bisa jadi bertantangan satu sama lain.

Realisme misalnya berkonsentrasi pada Negara sebagai aktor utama dan tujuan dari Negara tak lain ada untuk mendapatkan ‘power’ yang sebesar-besarnya. Terkait dengan realis para pemikir neo-realis (atau realisme baru) dan struktural realis, juga masih melihat Negara sebagai aktor utama dalam HI, meski pemikiran realisme baru ini sudah mulai menerima adanya aktor lain yang punya peran di pinggiran. 

Berbeda dengan perspektif realis yang percaya bahwa untuk memahami HI, kita harus memahami tingkahlaku Negara, pemikir pluralis tidak setuju jika aktor signifikan yang utama dalam HI adalah Negara. Mereka melihat Negara hanyalah salah satu dari banyak aktor yang sama-sama punya peran penting dalam studi HI. Mereka tidak hanya menekankan pada pentingnya aktor lain selain Negara seperti MNCs misalnya, mereka juga skeptis terhadap kekuasaan dan keamanan Negara terlalu dianggap memiliki peran sentral. 

Selain dua pendekatan diatas kita juga mengenal apa yang disebut dengan pendekatan strukturalis. Strukturalis menekankan pada hal yang berbeda dari kedua
pemikiran diatas. Dari pada berkonsentrasi pada aktor HI, ilmuwan strukturalis lebih berkonsentrasi pada struktrur dari sebuah sistem. Mereka melihat negara dan aktor lainnya bertindak dalam batasan sistem yang ada dan karenanya mereka tidak memiliki kebebasan yang mutlak dalam bertindak. Oleh karena itu para pembuat keputusan harus berfikir dalam bertindak. Untuk memahami sistem internasional, bagi strukturalis, kira harus berkonsentrasi pada struktur-struktur yang ada bukan
pada tingkah laku dan pilihan-pilihan tindakan para aktor tersebut.

Realisme dan Peran Sentral Negara
Secara singkat dapat dikatakan bahwa Realisme merupakan pendekatan yang menekankan pada Power (kekuatan/kekuasaan) dan menganggap negara sebagai aktor dominan dalam sistem internasional. Power bisa didefinisikan sebagai kemampuan total dari suatu negara yang meliputi kekayaan alam, kekayaan sintetis (buatan) hingga kemampuan sosio-psikologi. 

Hans J Morgenthau mengatakan pada dasarnya setiap manusia (negara) ingin mendapatkan power, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan jika hal ini berbenturan dengan yang lain maka akan menimbulkan ’struggle for power’. Mengacu pada banyak pemikir yang terkait dengan realisme seperti Hans J Morgenthau, Thomas Hobbes, Thucydides, dan lain-lain, maka pendekatan ini disebut pula sebagai pendekatan pragmatis dalam politik internasional. Pendekatan ini pun banyak diperbaharui oleh para teoritisi HI yang bisa dikelompokkan dalam neo-realisme:

Inti pemikiran Realisme dalam HI dapat disimpulkan sebagai berikut: 
  1. Negara sebagai pemegan peranan dominan selalu mempunyai kepentingan yang berbenturan. Perbedaan kepentingan akan menimbulkan perang atau konflik.
  2. Power yang dimiliki oleh suatu negara sangat mempengaruhi penyelesaian konflik, dan menentukan pengaruhnya atas negara lain. 
  3. Politik didefinisikan sebagai memperluas power, mempertahankan, dan menunjukkan power.
  4. Setiap negara dianjurkan untuk membangun kekuatan, beraliansi dengan negara lain, dan memecah belah kekuatan negara lain (devide and rule).
  5. Perdamaian akan tercapai jika telah terwujud Balance of Power atau Keseimbangan Kekuatan yaitu keadaan ketika tidak ada satu kekuatan yang mendominasi system internasional. 
  6. Setiap negara akan selalu bergerak dan berbuat berdasarkan kepentingan nasionalnya (national interest).
Sementara itu pemikiran neo-realis dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Pendekatan ini seperti halnya Realisme menekankan pada peranan negara dalam hubungan internasional tetapi, tetapi mulai mengakui adanya aktor lain yang juga berperan di pinggiran. Negara memiliki peran sentral sementara aktor lain bersifat peripheral.
  2. Mereka juga melihat power dalam konteks yang berbeda dengan pendahulunya. Power didefinisikan sebagai konsep relasional. Jadi Negara tidak dianggaap punya power dengan sendirinya, melainkan dalam hubungannya dengan Negara lain. Negara selalu ingin memiliki power lebih dari Negara lainnya.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger