CONTOH-CONTOH dari prosa, drama dan puisi.
1. PUISI
Sastra menarik antara lain karena dibuat
dalam bentuk puisi, misalnya pantun,
syair, seloka, parikan, wangsalan, gurindam, dsb. Puisi memiliki sarana-sarana estetis yang bisa
menggugah pembaca, seperti diksi, gaya
ekspresi seperti persajakan, aliterasi, asonansi, metafora, personifikasi,
perlambangan, citraan, dst. Cara masyarakat lama dulu menanamkan
nilai-nilai moral & masyarakat lewat pantun, syair, gurindam, parikan,
wangsalan, dst. Mengapa puisi menarik? Masing-masing jenis puisi menggunakan
bentuk-bentuk yang sudah tetap, yang mudah dihafal. Sedang puisi
modern menarik karena singkat dan provokatif. Bahasanya “bergaya”. Ekspresif
Puitis.. CONTOH-CONTOHNYA:
2. LAGU
Puisi akan menjadi lebih menarik lagi apabila
dilagukan dalam bentuk nyanyian. Syair-syair lagu itu dihafal dan dikuasai
banyak orang karena diberi lagu, sehingga banyak orang yang tertarik akan
lagunya dan menyanyikannya. Banyak syair
dihafal dan dimengerti isinya karena dilagukan, seperti misalnya lagu Melayu, khasidahan,
pop, campursari, lagu kenangan, dangdut, tembang (Iwan Fals, Bimbo, Panbers,
Kusplus, dsb).
3. CERITA
SELALU MENARIK?
Cerita selalu menarik. Orang selalu ingin mendengar cerita,
sesuatu yang baru. Orang selalu ingin tahu. Juga karena cerita memberi
kemungkinan orang berimaginasi. Cerita membawa orang ke dunia tersendiri, yang
lain dengan dunia nyata yang hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa konkret
yang terbatas pada waktu, tempat dan fisik. Dunia dongeng, cerita bisa menyajikan sesuatu yang tidak mungkin
dialami oleh dunia sehari-hari; sesuatu yang ruarr biasa! Orang bebas berfantasi. Contoh: Harry
Porter yang menghipnotis banyak orang.
Salah satu
nafsu manusia yang berguna adalah rasa ingin tahu. Manusia berakal-budi. Pada
dasarnya semua orang senang mendengar
berita, sesuatu yang baru untuk menambah wawasan. Sesuatu yang baru selalu
menarik. Kita lihat setiap pagi orang
mencari koran, mendengarkan warta berita, berita dalam dunia, sekilas info,
dst. Bagaimana kita sehari tanpa berita? Apabila tivi kita rusak, koran tidak
terbit, kita sudah bingung. Pagi-pagi kita berebut koran. Ibu-ibu juga sibuk
jual-beli berita. Ngrumpi, bikin gosip. Dalam tivi ada acara KIS, BETIS, BIBIR plus, KABAR-KABARI,
INTIP, CEK & RICEK, NGOBRAS, KLISE, POSTER, ... dll yang menjual berita
mengenai para selibritis. Majalah, koran
mendapatkan banyak untung karena gosip. Gosip bisa dibisniskan. Para
selebritis, bintang film, artis, banyak dikejar-kejar wartawan.
Berita-berita koran, majalah sengaja dibuat sensasional. Entah tentang politik,
bintang film, dunia dhemit, dsb.
Cerita lain
dengan berita. Berita menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi dan
benar-benar terjadi, sedang cerita adalah sebuah rekaan mengenai
peristiwa-peristiwa. Dalam cerita orang bisa merancang, merekayasa,
mengurutkan, memilih peristiwa agar menarik orang lain. Dalam cerita, orang
membuat dan menciptakan alur atau jalan cerita. Dalam fiksi cerita, diciptakan
pelaku-pelaku dan tema-tema tertentu agar cerita itu bermakna. Sebab dalam cerita
itu pencerita mempunyai maksud, yaitu agar pendengar tertarik, terharu, dan
mengambil hikmah darinya. Pencerita mengirim pesan terselubung. Pencerita
berharap agar pembaca bisa membaca dan memaknai pesan yang dikirimnya
Setiap orang
ingin mendengar cerita. Tentang sesuatu yang belum pernah didengar. Sesuatu
yang baru, yang memberi pelajaran hidup,
menggugah hati, meneguhkan, memberi inspirasi,
mengejutkan, lain dari yang lain, sensasional. Cerita merupakan
salah satu genre karya sastra. Dalam cerita orang mengungkapkan pengalaman
hidupnya lewat bentuk narasi. Mengapa berita politik jaman Suharto menarik?
Ingin sesuatu lain terjadi. Mengharapkan kejutan. Dasar Suharto begitu cerdik
untuk memainkan politik. Suharto cerdik membuat 'berita', mengemudikan peristiwa
politik. Mengapa berita politik pada jaman Gus Dur tidak menarik? Gus Dur lebih
banyak ngomong daripada bertindak (membuat berita). Beritanya membuat orang
bingung, tidak ada kemajuan, hanya begitu-begitu saja, bisa ditebak yang
diomongkan: bicara tentang cara menggoyang dan mengganti presiden, Sidang
Istimewa dari pihak anti-Gus Dur, dan tentang pembelaan dari pihak yang pro.
Sesuatu yang
terbungkus, mengandung misteri, selalu menarik. Kado dalam bungkus, surat dalam
amplop, menarik untuk dibuka. Wanita yang masih menyimpan misteri, menarik
laki-laki. Setiap hari orang cari berita untuk ungkap misteri. Cerita yang
mengandung misteri diburu orang. Cerita bisa menghibur orang (dongeng menjelang
tidur). Menimbulkan keprihatinan. Cerita bisa memberi inspirasi. Memberi
peneguhan dalam menjalani hidup ini (cerita tentang kebijaksanaan). Cerita bisa
menyelamatkan, mendidik orang: Bayan budiman. Kadang-kadang orang mengalami
kesepian. Orang butuh peneguhan. Cerita yang baik bisa menghibur, tetapi juga
bisa memberi sesuatu yang bermanfaat, kebijaksanaan, pendidikan, penyadaran,
dsb. Cerita yang menarik digunakan orang untuk membungkus sebuah pesan yang
hendak disampaikan kepada pendengar/pembaca sebagai sarana pendidikan. Tidak
hanya cerita yang terjadi sekarang saja yang menarik.
Cerita yang
terjadi dahulu sering lebih menarik karena menceritakan tentang
kejadian-kejadian yang telah lalu, yang ajaib dan mengandung misteri: cerita
tentang terjadinya Gunung Tangkuban Perahu, Rawa Pening, Cerita Rara Jonggrang.
Dari situ muncul cerita-cerita mitos, legenda, dsb. Juga tidak hanya cerita
nyata saja yang menarik, tetapi cerita-cerita khayal, imaginatif, rekaan,
buatan manusia. Sebaliknya ada orang yang senang bercerita. Ada orang yang
ingin mensharingkan pengalamannya kepada orang lain untuk meneguhkan bahwa
orang lain memiliki pengalaman yang tidak jauh berbeda pula. Ada orang yang
ingin agar ceritanya menarik. Bagaimana supaya cerita menarik? Agar cerita itu menarik, diusahakan menggunakan bahasa
yang baik dan indah, serta teknik (pengaluran, penokohan, pelataran dan
penceritaan) yang canggih. Alurnya tidak terlalu sederhana, melainkan
menantang. Temanya tidak hanya biasa-biasa saja, melainkan menyentuh dan
menggerakkan hati manusia. Mengandung
moral serta pendidikan, memberi inspirasi dan memberi peneguhan kepada manusia.
Bahasanya dikemas dengan bahasa lincah, bergaya dan bernilai seni tinggi. Sudut
pandang penceritaan (akuan, diaan), cara penceritaan (panorama, adegan) secara
seimbang. Yang penting diberi tekanan dengan cara adegan, dengan teknik akuan,
sedangkan yang hanya sekedar diketahui diceritakan secara panorama, dengan
teknik diaan.
Cerita yang baik memiliki plot yang
mengandung teka-teki, menyembunyikan sesuatu dan menggelitik rasa ingin tahu,
sehingga orang bertanya, "habis ini apa?". Tokohnya simpatik. Ada
harapan, pertanyaan yang mengandung harapan, bagaimana sang jagoanku? Semoga
jagoanku menang atau bebas dari ancaman. Semoga antagonisnya yang menimbulkan
antipati itu kalah. Semoga yang baik menang, yang jahat kalah.
Bagaimana
cerita yang indah itu?
Yang mampu menyentuh hati manusia. Bagaimana
cerita bisa menyentuh hati? Cerita bisa menyentuh hati karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan, mengandung moral yang luhur. Biasanya mengandung tema human interest. Mengenai
kesetiaan, cinta sejati, kejujuran dan perjuangan yang berujung kepada
kemenangan, kebahagiaan. Cerita yang menarik mengandung gerak alur yang dinamis, berliku-liku, kompleks, tegang, menuju
kepada klimaks mengejutkan, memuaskan, melegakan. Memiliki tokoh seorang ksatria tampan, membela kebaikan dan keadilan, berpihak pada orang kecil, tertindas.
Keindahan di
sini seperti keindahan menurut pandangan Plato/Aristoteles: mengandung
kebaikan. Indah artinya baik.
Menurut Plato,
yang indah dan sumber segala keindahan adalah yang paling sederhana. Kesederhanaan sebagai ciri khas dari keindahan, baik
dalam alam maupun dalam karya seni. Di samping itu kepaduan juga merupakan ciri
keindahan.
Sedang
Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Menurut Aristoteles, keindahan menyangkut
keseimbangan dan keteraturan ukuran material. Katharsis adalah puncak dan
tujuan karya seni drama dalam bentuk tragedi. Menurut Aristoteles, segala
peristiwa, pertemuan, wawancara, permenungan, keberhasilan, kegagalan dan
kekecewaan, harus disusun dan dipentaskan sedemikian rupa sehingga pada suatu
saat secara serentak semuanya tampak "logis" tetapi juga seolah-olah
"tak terduga". Katharsis sebagai pembebasan batin dari segala pengalaman
penderitaan. Memiliki makna terapeutis dari segi kejiwaan. Ada unsur perubahan
sikap batin menuju ke kebaikan.
Cerita menarik
antara lain karena alurnya.
4. SENI
PENTAS: MENGAPA DRAMA
MENARIK?
Antara lain karena tata pemanggungnya,
diragakan, bahasa yang digunakan dramatis & puitis, mengandung alur cerita.
Sesuatu ajaran tidak membosankan apabila dibungkus dengan seni pentas (drama,
pantomim, tablo). Sebuah cerita akan menjadi hidup apabila diragakan dalam
pemanggungan. Drama tari maupun sendratari lebih menarik daripada cerita yang
hanya dibacakan saja. CONTOH-CONTOHNYA:
5. CERITA
BERGAMBAR: Komik, film.
MORAL DALAM
SASTRA
UTILE:
SASTRA YANG BERGUNA
Kalau dulce lebih
menyangkut bidang lahiriah, utile lebih menyangkut nilai batin. “Berguna” di sini
bukan dalam arti ekonomis-praktis.
NILAI-NILAI DALAM SASTRA
Orang bisa belajar banyak dari sebuah novel yang baik. Dari situ bisa digali berbagai macam nilai-nilai kehidupan, misalnya nilai kejujuran, kesetiaan, nilai sosial, religius, dst. Novel yang baik bisa memantulkan bermacam-macam dimensi kehidupan.
Menurut Hazel,
novel yang baik memiliki lebih dari satu lapis makna. Ia
mengandung lebih daripada yang dinyatakannya (1984: 3). Dia mengambil contoh Animal Farm karangan George
Orwell. Pada tataran lapis pertama, ia bercerita mengenai dunia binatang yang
mengambil-alih Petani Jones. Anak-anak kecil pun bisa membacanya sebagai cerita
mengenai binatang yang berperilaku seperti manusia. Bisa dibandingkan dengan cerita Kancil.
Pada tataran kedua Animal Farm membuat perbandingan historis dengan peristiwa
yang sebenarnya terjadi selama Revolusi Rusia. Ia menggunakan apa yang disebut
alegori. Dalam sastra Indonesia karya-karya sastra di Jaman Jepang seperti
"Tinjaulah Dunia Sana", atau sebuah drama Bebasari mengandung
maksud-maksud tertentu di samping yang tersurat. Karya-karya tersebut bersifat
simbolis maupun alegoris. Demikian pula novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari,
Belenggu karya Armijn Pane, Burung Manyar karangan Mangunwijaya, Ziarah
karangan Iwan Simatupang.
Di samping itu
novel yang baik bisa dibaca-ulang secara
menyenangkan, tidak membosankan.
Novel yang
baik memiliki sesuatu yang sangat
penting dalam hubungan manusiawi misalnya beberapa nilai kehidupan, seperti
nilai sosial, religius, psikologis, nilai sosial, religius, dsb.
Dan tentu
saja, novel yang baik menggunakan bahasa
yang baik dan benar (Hazel, 1984: 5).
Menurut
Sapardi Djoko Damono, sastra modern kita pun ternyata sudah sejak awal
perkembangannya merupakan arena untuk menggambarkan ketimpangan sosial, dan
lebih jauh lagi untuk menyampaikan kritik terhadap kepincangan itu. Novel-novel
pertama terbitan Balai Pustaka
kebanyakan sekaligus merupakan propaganda dan protes sosial. Sebagai badan
penerbit pemerintah kolonial Belanda, sebanarnya adalah kantor propaganda. Ia
ditugasi untuk menyediakan bacaan bagi rakyat agar mereka menjadi warga yang
baik dalam lingkungan negeri jajahan. Dengan caranya masing-masing, Sitti Nurbaya oleh Marah Rusli, Salah Asuhan oleh Abdul Muis, dan Layar
Terkembang oleh Takdir alisjahbana mencoba mengetengahkan dan sekaligus
mengoreksi ketidakberesan dalam masyarakat. Ketiganya menampilkan problem
penyesuaian diri manusia di tengah masyarakat yang berkembang. Juga novel-novel
tersebut mengambil posisi politis yang netral (Damono, 1983: 23).Masalah
korupsi juga pernah disinggung oleh Mochtar Lubis dalam novelnya Jalan Tak Ada Ujung (1952).
Pak Guru yang
selama ini jujur mengalami krisis mental yang luar biasa ketika untuk pertama
kali ia mencuri alat-alat tulis di sekolahnya. Akhirnya ia melakunnya juga.
Selanjutnya peristiwa semacam itu menjadi biasa seperti sudah seharusnya saja.
Di samping kemiskinan, korupsi ternyata merupakan problem utama dalam
masyarakat kita yang juga mendapat perhatian sastrawan (Damono, 1983: 24).
Novel bisa memperlihatkan masalah psikologis seperti Belenggu, Layar Terkembang, Telegram dan Stasiun. Oleh karenanya novel-novel tersebut menawarkan sesuatu
baru kepada kita. Novel-novel tersebut
memperlihatkan suatu proses berpikir itu sendiri. Tokoh-tokoh dalam novel
tersebut senantiasa berpikir dan menyusun citra-citra (Damono, 1983: 14). Tidak
seperti novel-novel sebelumnya di mana tokoh-tokohnya tidak mengalami
perkembangan kejiwaan mulai dari awal sampai akhir cerita, karena kebanyakan
tidak berpikir sama sakali (Damono,1983: 8). Masalah sosial dan religius
dimunculkan dalam Kemarau-nya A.A. Navis. Cerita yang menampilkan masalah
psikologis dan religius dengan jelas misalnya Atheis, Di Bawah lindungan
Kaabah. Bahkan Atheis memunculkan ketiga aspek tersebut (masalah-masalah religius, psikologis dan
sosial).
SASTRA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN
Seperti telah disebut di atas, sastra yang baik memiliki sifat indah, menarik untuk dibaca, tetapi juga bersifat mendidik. Dengan demikian novel sebagai karya sastra bisa sebagai sarana pendidikan. Novel harus mampu menggugah minat orang untuk membaca, tetapi juga memberi sesuatu kearifan hidup, sehingga mampu menggerakkan pembaca untuk menjalani hidup yang lebih baik. Dengan demikian pembelajaran novel di sekolah sangat menunjang pendidikan.
Menurut
kurikulum 1994, tujuan umum pembelajaran sastra di SMU
adalah siswa mampu menikmati, menghayati, memahami dan memanfaatkan karya
sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdikbud, 1995: 1).
Memahami, menghayati, serta menggali nilai-nilai bermanfaat bagi kehidupan,
yaitu nilai-nilai religius, sosial,
moral, dan budaya (Depdikbud, 1995: 1). Penghayatan nilai-nilai itu meningkatkan
kualitas kepribadian yang pada gilirannya ikut mempengaruhi manusia dalam
mencapai kesejahteraan maupun kebahagiaan (Rahmanto, 1988: 16).
Pengajaran
sastra dapat membantu pendidikan secara utuh dengan meningkatkan ketrampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya dan mengembangkan cipta dan rasa
serta menunjang pembentukan watak
(Rahmanto, 1988: 19).
Sastra
berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam. Melalui karya sastra siswa
diperkenalkan dengan fakta-fakta kehidupan, mengenai "Manusia itu
apa?", "Mengapa dia begitu?". Lebih lanjut pembelajaran karya
sastra mengembangkan daya penalaran siswa, daya cipta dan rasa, serta
menanamkan nilai-nilai religius dan sosial.Sehubungan dengan pengembangkan
watak, pengajaran novel khususnya, mampu membina perasaan yang lebih tajam, dan
memberikan bantuan untuk mengembangkan kualitas kepribadian: ketekunan,
kesetiaan, kebahagiaan, penciptaan (Rahmanto, 1988: 25). Menurut Driyarkara,
pendidikan adalah memanusiakan manusia-muda (Hartoko, 1985: 36) atau dengan
kata lain mendewasakan manusia muda. Mata pelajaran yang berlandaskan pada
humaniora seperti bahasa, sastra, sejarah, musik, sangat menunjang pendewasaan
manusia. Bidang-bidang itu mengolah kepekaan hati manusia untuk menjadi manusia
yang bermoral dan bermartabat.
Seni, sastra,
sejarah, falsafah membudayakan manusia. Sastra mengolah kehidupan manusia dalam
bergulat menghadapi lingkungan hidupnya. Seni mempertajam kepekaan nurani
manusia.Humaniora membentuk manusia pembangun yang bermoral dan bermental tinggi,
yang tetap mempertahankan citra keselarasan dengan alam dunia maju, manusia
intelektual dan terdidik yang menjaga
harmoni dengan tradisi sejarah serta budaya bangsa. Humaniora tidak membentuk
manusia robot, mesin, teknik, dan budak produksi. Pendidikan humaniora
memperkembangkan segala unsur kepribadian manusia: budi, cipta, rasa, dan
karsa. Kepekaan rasa keindahan, rasa empan papan.
SASTRA SEBAGAI
HUMANIORA
Mata pelajaran yang berlandaskan pada
humaniora seperti bahasa, sastra, sejarah, musik, mengolah kepekaan hati
manusia untuk menjadi manusia yang bermoral dan bermartabat. Seni, sastra,
sejarah, falsafah membudayakan manusia. Sastra mengolah kehidupan manusia dalam
bergulat menghadapi lingkungan hidupnya. Seni mempertajam kepekaan nurani
manusia. Seni yang adiluhung, adalah seni yang indah. Keindahan bisa menyentuh
inti terdalam kejiwaan manusia, menyebabkan manusia menjadi peka. Mencapai
keindahan adalah juga merupakan hakekat "humanitas". Sastra yang baik
akan membentuk jiwa
"humanitat".
Pendidikan
humaniora memperkembangkan segala unsur kepribadian manusia: budi, cipta, rasa,
dan karsa. Kepekaan rasa keindahan, rasa empan papan. Orang bisa belajar banyak
dari sebuah novel yang baik. Dari situ bisa digali berbagai macam nilai-nilai
kehidupan, misalnya nilai kejujuran, kesetiaan, nilai sosial, religius, dst.
Novel yang baik bisa memantulkan bermacam-macam dimensi kehidupan. Lalu
bagaimana novel disampaikan kepada siswa? Lewat pengajaran dan
pembelajaran.Sastra yang baik bagaikan intan, memiliki banyak dimensi. Sastra
memiliki sifat estetis, mendidik, juga merupakan sebuah kritik. Kritik terhadap
kehidupan itu sendiri. Menurut Matthew Arnold, Sastra adalah "criticism of
life." Sebagai kritik kehidupan,
sastra lebih luas daripada kritik sosial. Yang penting dalam sastra memang
adalah keindahannya. Keindahan itu pun bukan hanya keindahan bahasanya,
melainkan karena keberhasilan tulisan sastra tsb mendekati kebenaran (Darma,
1983: 51).
Sastra sebagai
unsur kebudayaan, memberikan hidup yang lebih mulia kepada manusia. Mengangkat
dunia dan martabat manusia dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai yang paling
tinggi, indah, agung dan benar. Sastra menjadikan manusia lebih menusiawi.
Sastra yang baik memiliki sifat indah, menarik untuk dibaca, tetapi juga
bersifat mendidik. Dengan demikian novel sebagai karya sastra bisa sebagai
sarana Pendidikan. Novel harus mampu menggugah minat orang untuk membaca,
tetapi juga memberi sesuatu kearifan hidup, sehingga mampu menggerakkan pembaca
untuk menjalani hidup yang lebih baik.
Dengan
pendidikan humaniora manusia tahu menilai yang baik dengan mata hati yang
bening, bisa memilih dengan bijak dan dengan tekad yang bulat melakukan yang
dianggapnya baik. Manusia humaniora mencintai keselarasan, yang dilihat dalam
alam, dirasai dalam dirinya.
HUMANIORA:
mendidik manusia untuk menjadi manusia dewasa yang integral dan peka (manusia
terasah). Peka terhadap keindahan, peka budinya, peka hatinya. Terasah
akal-budinya, rasa-perasaannya, karya dan hatinya, sehingga manusia yang
berkembang maksimal dan berselera tinggi. Manusia bermartabat.
UTILE ET MOVERE
SASTRA SEBAGAI ILMU (ILMU
SASTRA)
Post a Comment