Aspek terapan komunikasi lintas budaya : Dalam kajian ilmu komunikasi, yang dimaksudkan dengan aspek-aspek komunikasi adalah semua ihwal yang menjadi objek material ilmu komunikasi. Yaitu: 1) Bentuk-bentuk komunikasi; 2) Sifat-sifat; 3) metode; 4)teknik; 5)fungsi; 6) tujuan; 7) model; 8) bidang-bidang; 9) sistem komunikasi.
Prinsip dan strategi pelaksanaan
Dalam menyusun perencanaan komunikasi lintas budaya ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yakni:
- Prinsip keselarasan (compatible)
- Prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, terutama menjawab masalah need berdasarkan tahap-tahap kebutuhan dari Maslow (kebutuhan biologis, sosiologis dan psikologis).
- Prinsip pelaksanaan suatu proses belajar mengajar yang efektivitasnya dipengaruhi oleh sifat atau ciri sasaran masyarakat di desa, tenaga pengajar, fasilitas, materi dan kondisi lingkungan.
- Prinsip pelaksanaan yang bertujuan mengembangkan sikap, pengetahuan,keteranpilan dan sikap serta kemampuan masyarakat di desa sasaran.
Selanjutnya perencanaan komunikasi tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
- Konsolidasi, yaitu memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh dan mendukung kerja “proses komunikasi”.
- Integrasi, yaitu menggalang keterpaduan kerja dengan lembaga atau pihak lain yang potensial untuk meningkatkan, daya guna dan hasil guna perencanaan proses komunikasi
- Implementasi, yaitu menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
Sesuai dengan aspek-aspek yang terlibat dalam suatu proses komunikasi maka kita harus menentukan:
- Sasaran/komunikan. Seorang perencana komunikasi lintas budaya harus bisa mengidentifikasi masalah sasaran dengan cermat. Untuk memudahkan pendekatan terhadap sasaran yang jumlahnya banyak, beragam dan sukar dijangkau, maka perencana komunikasi harus mensegmentasikan sasaran ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen.
- Komunikator. Komunikator yang handal adalah komunikator yang memiliki kredibilitas tertentu. Ada tiga jenis kredibilitas yaitu ethos, pathos dan logos.
- Pesan. Dalam konteks komunikasi lintas budaya, pesan merupakan tema-tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi. Dalam hal ini seorang komunikator membutuhkan:
a. Pengetahuan tentang bentuk-bentuk pesan verbal masyarakat sasaran.
b. Pengetahuan terhadap isi pesan.
4. Media. Merupakan alat bantu demi tercapainya efektivitas komunikasi. Beberapa bentuk media yang sifatnya hardware dan software, yaitu:
a. Sarana komunikasi, seperti radio komunikasi, radio kaset, slide, tv, dan lain-lain.
b. Sarana transportasi
c. Alat bantu komunikasi yang biasa dipakai dalam penyuluhan, misalnya media unit-unit percontohan, produk hasil teknologi, dan lain-lain.
d. Gedung, balai pertemuan atau tempat terbuka untuk pertemuan.
5. Metode dan teknik. Ada beberapa metode yang bisa dipilih, yaitu:
a. metode penyampaian atau memperoleh pesan yang bersifat informatif
b. membujuk
c. instruktif.
Sementara untuk teknik yang digunakan adalah teknik dialogis, yang dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Sikap mendengarkan
b. Bertanya kepada kelompok sasaran.
6. Konteks. Yaitu situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta komunikasi sehingga diharapkan bisa mempengaruhi setiap proses komunikasi.
Ruang lingkup penelitian komunikasi lintas budaya : Penelitian komunikasi lintas budaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi berinteraksi dengan komponen-komponen budaya.
Komponen-komponen Budaya
Disiplin yang menelaah komponen-komponen budaya adalah antropologi budaya, sehingga penelitian komunikasi lintas budaya harus mengacu pada disiplin tersebut dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan komponen budaya.
Asante mengemukakan enam komponen budaya yang penting:
1. Komponen Pandangan Dunia.
Setiap budaya punya caranya yang khas dalam memandang dunia-dalam memahami, menafsirkan dan menilai dunia. Ketika komunikasi lintas budaya terjadi, pandangan dunia akan mempengaruhi proses penyandian dan pengalihasandian. Pandangan dunia juga dapat dipakai untuk memdiagnosis “noise” yang terjadi dan menunjukkan “terapi”-nya.
2. Komponen Kepercayaan (beliefs).
Salah satu unsur kepercayaan yang sangat penting dalam komunikasi lintas kultural adalah citra (image) kita dengan komunikasi dari budaya lain. Citra mempengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang citranya kita miliki. Citra menentukan desain pesan komunikasi kita.
3. Komponen nilai.
Sistem nilai masyarakat dalam budaya tertentu mempengaruhi cara berpikir anggota-anggotanya. Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal antara lain: nilai ilmiah, nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai politis dan nilai sosial.
4. Nilai sejarah
Lewat sejarah yang mereka ketahui, anggota masyarakat saling bertukar pesan dalam komunikasi lintas budaya.
5. Komponen Mitologi.
Mitologi suatu kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan-hubungan, yakni, hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok luar, dan orang dengan kekuatan alami.
6. Komponen otoritas status.
Setiap budaya mempunyai caranya sendiri dalam mendiskusikan otoritas status. Bersamaan dengan otoritas status ada permainan peran yang ditentukan secara normatif.
Bagaimana penelitian komunikasi lintas budaya dilakukan ?
Selama ini penelitian komunikasi lintas budaya memiliki kelemahan yang diakibatkan oleh karena penelitian komunikasi yang dilakukan selama ini telah melanggar asas perbedaan. Ada lima kelemahan penelitian komunikasi lintas budaya menurut Tulsi B. Saral (1979), yaitu:
- Dalam budaya Barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan indera visual dan auditif; padahal setiap bangsa berbeda dalam mengindera stimuli.
- Hampir semua studi komunikasi lintas budaya terbatas pada apa yang dapat dipersepsi atau diekspresikan.
- Penelitian juga bertumpu pada apa yang dianggap sebagai objektif truth. Pandangan dunia tentang realitas tunggal menguasai asumsi-asumsi penelitian
- Para teoritisi barat, cenderung memisahkan jiwa dari tubuh, individu dari lingkungan, kesadaran individu dari kesadaran kosmis.
- Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang mekanistis. Model ini sangatlah tidak cocok untuk melukiskan komunikasi lintas budaya yang holistik.
Pemilihan Paradigma: Positivistik atau Naturalistik
Positivisme ditegakkan pada logiko – empirisme. Dimana sesuatu dipandang ada bila dapat diukur; bila dapat dihitung dengan bilangan.
Untuk komunikasi lintas budaya pengukuran misalnya bisa dilakukan dengan menggunakan skala world minded attitudes dari Sampson dan Smith atau internasionalism dari Free dan Cantrill.
Paradigma positivisme – yang mengasumsikan realitas tunggal, objektif dan identik – sangat bertentangan dengan asumsi perbedaan dalam komunikasi lintas budaya. Dalam positivisme realitas dikonstruksi seperti yang dikehendaki peneliti bukan seperti yang dikehendaki responden.
Dalam perkembangannya kemudian muncul paradigma naturalistik sebagai reaksi terhadap paradigma positivisme. Paradigma ini beranggapan bahwa realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak realitas. Pengamat dan yang diamati berhubungan secara interaktif, saling mempengaruhi.
Tujuan penelitian tidak lagi memperoleh pengetahuan nomothetik (hukum-hukum yang dapat digeneralisaikan) tetapi mencari dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang kasus-kasus. Terakhir, penelitian naturalistik selalu terikat dengan nilia-nilai (value-bound).
Paradigma naturalistik lebih relevan lagi dengan penelitian komunikasi yang melihat komunikasi sebagai proses. Dan juga sangat relevan untuk digunakan dalam penelitian komunikasi lintas budaya.
Untuk uraian lebih lanjut tentang kedua metode penelitian tersebut maka bisa dibaca dalam berbagai buku metode penelitian sosial yang ada diantaranya buku Metode Penelitian Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat dan Metode Penelitian kualitatif karya L.L. Moleong.
Referensi (Daftar Bacaan Rujukan) :
- Leach, Edmund. Culture and Communication, The Logic by which symbols are connected. Cambridge University Press.1976
- Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
- Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. (Editor) Komunikasi antar Budaya. Panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996
Post a Comment