Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang (wet delict) yang dibagi tiga kelompok, yakni :
- Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
- Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
- Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
Berdasarkan rumusan pasal 72 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut :
1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja;
3. Tanpa hak;
4. Mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual;
5. Hak cipta dan hak terkait.
Pertama, unsur barang siapa. Ini menandakan yang menjadi subjek delik adalah siapapun. Kalau menurut KUH Pidana yang berlaku sekarang, hanya manusia yang menjadi subyek delik, sedangkan badan hukum tidak menjadi subyek delik. Tetapi dalam undang-undang khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, badan hukum atau korporasi termasuk juga menjadi subyek delik. Dalam hal ini, barang siapa termasuk pula badan hukum atau korporasi.
siapa bisa ditujukan, antara lain kepada pelaku dan produser rekaman suara. Pelaku adalah aktor, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya. Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukkan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
Kedua, unsur dengan sengaja. Kebanyakan tindak pidana mempunyai dasar kesengajaan atau opzet bukan unsur culpa (kelalaian). Ini adalah layak, oleh karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu ialah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.40
a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk)
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk), pelaku dapat dipertanggungjawabkan, mudah dimengerti oleh khalayak ramai. Maka apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana, tidak ada yang menyangkal, bahwa dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, dapat dikatakan pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevlog).
b. Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
Kesengajaan seperti ini ada apabila pelaku, dengan perbuatannya, tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar, bahwa sebagai konsekuensinya pasti akan mengikuti perbuatan itu. Kalau ini terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie), menganggap akibat tersebut sebagai yang dikehendaki oleh pelaku, berarti juga ada kesamaan. Menurut teori bayangan (voorstelling-theorie), keadaan ini sama dengan kesengajaan berupa tujuan (oogmerk) oleh karena, keduanya adalah mengenai akibat yang tidak dapat dikatakan ada kehendak pelaku, melainkan hanya bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat itu pasti akan terjadi, itu berarti ada kesengajaan.
c. Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzjin)
Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan mengenai suatu kepastian akan terjadi akibat, melainkan hanya dibayangkan kemungkinan akan adanya akibat itu.
Ketiga, unsur tanpa hak. Mengenai arti tanpa hak dari sifat melanggar hukum, dapat dikatakan, bahwa mungkin seseorang, tidak mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan, yang sama sekali tidak dilarang oleh suatu peraturan hukum.
Keempat, unsur perbuatan dapat diklasifikasikan dalam bentuk mengumumkan, menurut pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Menurut pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta. Pemilik hak cipta dapat mengalihkan atau menguasakan sebagian atau seluruh haknya kepada orang/badan hukum baik melalui perjanjian, surat kuasa maupun dihibahkan atau diwariskan. Tanpa pengalihan tersebut, maka tindakan itu adalah merupakan tanpa hak.
Tahun 2002, pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun, sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain; dan unsur memperbanyak (perbanyakan), menurut pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian yang sangat substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Pengertian perbanyakan dirumuskan dalam definisi Ketentuan Umum pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 sebagai berikut :
“Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.”
Kelima, hak cipta, menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak terkait menurut pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
Tindakan pidana ini juga digolongkan dalam tindak pidana pelanggaran dan merupakan delik biasa. Hal ini berarti, bahwa tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi semata-mata didasarkan pada pengaduan dari pemegang hak cipta. Kedua ayat pada pasal 1 diatas merupakan rumusan umum tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana pelanggaran hak cipta. Dengan demikian, yang melakukan pelanggaran dengan sengaja (opzet) berarti de bewuste richting van den wil op een bepaald misdiff (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu). Menurut penjelasan tersebut, sengaja (opzet) sama dengan willens en wetens (dikehendaki dan diketahui).
No comments:
Post a Comment