News Update :
Home » » Konsepsi Budaya Dasar Dalam Seni Rupa

Konsepsi Budaya Dasar Dalam Seni Rupa

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Sunday, October 6, 2013 | 1:08 AM

1. HAKEKAT SENI RUPA. 
Keutuhan manusia sebagai pribadi dapat dimungkinkan melalui pemahaman, penghayatan dan meresapkan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya seni rupa sebagai salah satu bagian dari kebudayaan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan pranata budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. 

Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan ter­hadap seni rupa seolah-olah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Seni rupa sebagai karya seni yang nampak rupa seolah-olah hanya dapat dihayati dengan indra mata. Maka itu kadang-kadang seni rupa itu disamakan dengan seni visual, yakni seni yang aktifitasnya erat sangkut pautnya dengan visi indrawi (mata) Tetapi sebenarnya seni rupa itu lebih dari yang hanya bersifat lahiriah semata, yakni lebih dalam lagi dan meliputi pula visi bathiniah. 

Seni rupa sebagai karya yang kasat mata, perwujudannya itu adalah merupakan wadah pembabaran idea yang bersifat bathiniah Dalam mengadakan pendekatan terhadap seni rupa seluruh pancaindra kita, khususnya penglihatan, perabaan dan perimbangan kita terlibat dengan asyiknya terhadap bentuk seni rupa itu yang terdiri dari aneka warna, garis, bidang, tekstur dan sebagainya yang bersifat lahiriah itu untuk seterusnya menguak alam kesadaran jiwa kita untuk lebih jauh menghayati isi yang terbabar dalam karya seni rupa itu serta idea yang melatar belakangi kehadirannya. 

Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap karya seni rupa kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap karya seni rupa itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati (empathy). Empati berasal dari kata Yunani yang berarti Terasa di dalam, sedangkan simpati yang juga berasal dari kata Yunani berarti merasa dengan. Jadi dalam menghayati suatu karya seni secara empati berarti kita menempatkan diri kita ke dalam karya seni itu. 

“Seorang pribadi yang berempati orang ini mencoba melihat dunia dari makhluk manusia lain, melalui mata dari orang lain. Empati memerlukan keterlibatan, imajinasi, pengertian, identifikasi dan interaksi. Dengan faktor-faktor tersebut maka kualitas em­pati lebih meningkat” 

Dengan kesediaan kita mempelajari suatu karya seni secara empati, yaitu mencoba memahami apa yang sebenarnya terbabar dalam karya seni itu, baik terhadap karya seni yang berasal dari jaman lampau maupun dari masa kini dari daerah yang sama atau berjauhan,berarti kita telah terbuka untuk memahaminya. 

Memang, pada dasarnya manusia bersifat sukar memahami manusia lainnya, termasuk bersifat sukar menerima karya seni bentuk-bentuk asing. Pemahaman terhadap karya seni bentuk-bentuk asing seperti karya seni rupa prmitif atau karya seni rupa kuno, bahkan juga terhadap karya seni rupa modern tidaklah mudah, Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern yang bahkan merupakan ciri khasnya, ialah kreativitas. Dari sebuah perkataan ini tercantumlah beberapa sifat yang merupakan gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk menghindarkan istilah modern yang bermuka banyak itu tadi, ada yang menamai seni modern itu dengan “seni kreatif”. Contoh, karya-karya seni rupa modern adalah karya-karya seniman : 
a. Paul Cezane, 
b. Paul Gauguin, 
c. Vincent van Gogh, 
d. Pablo Picasso, 
e. Naum Gabo, 
f. Antoine Pevsner, 
g. Ozcenfant, 
h. Marinelti, 
i. Mari Utrillo, 
j. Max Chagal, 
k. Henry Moor, 
l. Kandinsky dan sebagainya. 

Di Indonesia kita mengenal seniman pelukis dan pemahat modern antara lain: 
Affandi, 
Popo Iskandar, 
Zaini, 
G. Sidharta, 
Klul, 
Cokot, 
Ida Bagus Nyana dan sedcretan scniman muda lainnya 

Karya-karya mereka (sebagian) dipajang di becrapa lempat scperti :Balai Scni Rupa Pusat di Jakarta, Museum Affcndi di Yogyakarta, Museum bali di Dcnpasar, Museum Ralna Warta di Ubud (Bali), Pusat Kcsenian Bali di Dcnpasar, Museum Sctcja Neka di Ubud (Bali) dan di bebcrapa tempat kolcktor lainnya. 

2. BEBERAPA GAYA, CORAK, ATAU ISME SENI RUPA. 
Di muka telah di singgung, bahwa kclahiran karya-karya seni rupa yang berbeda-beda pada liap-liap jaman dikarcnakan masing-masing jaman itu mcmiliki aliran-aliran pikiran yang berbeda-beda. Masing-masing jaman mclahirkan karya-karya scni rupa dengan ciri-cirinya masing-masing. Ada kalanya pada satu jaman lahir aliran-aliran pikiran yang berbeda-beda, schingga melahirkan pula corak karya seni rupa yang berbeda. 

Jadi yang dimaksud dengan gaya dalam seni rupa adalah corak atau isme yang dikarenakan aliran-aliran pikiran yang mendorong alau mclatar belakangi kelahiran karya scni rupa itu. 

Karena adanya perbedaan-perbedaan konsepsi pikiran dari masing-masing jaman, maka masing-masing jaman mclahirkan kcsenian yang mem-punyai ciri-ciri yang khusus. Adanya bermacam gaya, corak atau isme.itu mempunyai pesona-pesona sendiri yang khusus dan khas. Di samping itu, tiap-tiap aliran corak, gaya atau ismc itu mempunyai tujuan tcrtcntu atau fungsi sendiri-sendiri. Atau tiap-tiap aliran itu mempunyai cita-cita seni sen­diri, sesuai dengan pikiran jamannya. 

Karena cila-cita seni itu berbeda-beda, yang satu ke arah kemanusiaan, yang satunya kc arah ke Tuhanan dan sebagainya, maka karya-karya seni itu memperlihatkan wujud yang berbeda-beda. Namun demikian kesenian mempunyai aspek-aspek persamaan. 

Kesenian Primitif 
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mutu suatu ciptaan terutama pada sifatnya yang khas, yang tak ada pada ciptaan lain untuk mencari karya yang khas, unik dan tidak ada duanya itu, maka orang menoleh ke masa seni primitif. 

Kesenian primitif kesederhanaannya menimbulkan kesan yang mengagumkan. Kesenian primitif tidak di buat atas dasar sadar artistik tctapi dibuat atas dasar sadar magis. Benda yang dibuat tidak ditujukan sama sekali untuk benda seni yang menarik (artistik), tapi sebagai benda sakti. Contoh : patung-patung suku Asmat dari Irian sungguh menarik pesona seni orang-orang modern, meskipun karya-karya itu tidak memiliki keindahan menurut pesona seni klasik. 

Kita sering keliru menilai suatu karya seni dan menilai tidak dari karya scni itu sendiri pada jamannya, melainkan dengan kriteria dari luar jaman karya scni itu. Biasanya kita menggunakan ukuran masa kini atau masa klasik untuk menilai karya seni primitif. Gaya klasik semula dimaksudkan ialah kesenian Yunani kuno. 

Di In­donesia kesenian dan kesusastraan Hindhu dianggap klasik. Kadang-kadang kesusastraan melayu juga di scbut klasik. Ciri-ciri seni klasik adalah tenang, harmonis, symetris atau seimbang. Contoh: wayang kulit, patung dari jaman Hindhu dan sebagainya. 

Lawan dari klasik ialah seni romantik, yang dengan sadar mengingkari keseimbangan klasik, bentuk teratur dan tradisional. Sedangkan romantik menyampingkan realitas dan mengikuti emosi, terutama cmosi yang dramatis dan tragis yang amat menarik. Para scniman romantik mengubah ralitas dengan berdasarkan fantasinya dan selanjutnya seolah-olah hidup di dalam impian. 

Dengan demikian wajarlah para seniman romantik mencari obyek yang biasa merangsang fantasi-fantasinya dan bisa memberi jalan untuk melahirkan rasa romantisnya. Pelukis romantis Indonesia yang terkenal adalah Basuki Abdullah dengan buah karyanya yang menawan penggemarnya. 

Di Barat romantik berkembang pada bagian akhir abad ke 18 atau pada permulaan abad ke 19, bersamaan dengan aliran neo-klasik. 

Neo-klasik adalah aliran yang berorientasi pada kcbcnaran dan kcindahan Recoco yang berkembang di Perancis pada pertcngahan abad ke 18 (*). 

Apabila gaya rococo mcncerminkan kehalusan dan pcrmainan cinta serta keingingan menghias tanpa tujuan tertentu, maka gaya neo-klasik ialah suatu jawaban terhadap kerinduan pada masa silam dari kcscnian negara tua. Ciri-cirinya: 
1). mengagung-agungkan bentuk, 
2). komposisi seimbang, 
3). gerak tidak berlebih-lebihan, 
4). warnanya dingin dan 
5). obyek tentang sejarah dan mitologi 

Contoh karya neo-klasik adalah karya-karya Jacques Louis David yang menunjukkan adanya kemahiran dalam anatomi dan kctclitian dalam membuat lipatan-lipatan kain serta penyusunan figur-figur secara scimbang. 

Perbedaannya dengan corak Barok nampak jelas. Gaya Barok litik berat di scgala jurusan, tidak ada kescimbangan synctris. Warna dan sinar kontras dan scrba bcrgcrak. Ukuran tafril scrba besar. Sedangkan seni klasik, titik bcrat pada tengah-tengah lukisan, scimbang dan symetris. Karya korcvoor dan Hcsscling adalah salah satu contoh gaya Barok yang mempcrlihatkan bcrmacam-macam efck yang bcrgerak dengan kontras yang kuat sckali. 

Sesudah gaya romantik, berturut-turut limbul realisme, impresionisme dan ekspresionesme. Realisme dibedakan dengan naturalisme. Realisme tidak seperti halnya romantik yang hanyut pada emosi individual, melainkan tingkah laku di dunia pada umumnya. Jadi terletak pada arah kebenaran umum dalam hal ini kehidupan sosial. Di Barat karya Daumier adalah contoh yang baik unluk gaya realisme. Dan di Indonesia kita dapat menunjuk karya-karya Henk Ngantung yang menggambarkan kchidupan para petani buruh dan nelayan dari tingkat kelompok sosial bawah. 

Gaya Racoco > 

Hanya dipakai dalam interior rumah (pintu, mebel, barang-barang kerajinan dan sebagainya) yang ditaati oleh pemakai ornamen yang berlebih-lebihan seperti motif sulur-sluran daun, 

Apa yang telah di paparkan di atas sebagai gaya realis yang berbeda dengan gaya naturalis. Gaya naturalis selalu mewujudkan seperti terlihat dalam alam. Dalam lukisan naturalis seniman menghubungkan hal-hal kecil scbanyak mungkin, membangun lukisan secara teliti dan tcrperinci dengan selalu mengulang supaya mirip dengan benda scsungguhnya secara foto grafis dengan mempcrhatikan bentuk maupun tekstur, refleksi warna dari satu benda terhadap yang lain dan sebagainya. Contoh karya naturalis yang banyak adalah karya-karya Abdullah Suryo Subroto yang senang melukis obyek-obyek pemandangan di sekitar gunung Merapi dan alam pegunungan yang indah. 

Apabila aliran naluralis sangal leliti dalam melukis obyeknya, tidak demikian halnya dengan aliran imprcsionismc. Naturalisme mcnimbulkan kesan efck yang pcrmanen dan abadi, scdang imprcsionisme mcrupakan hasil dari pcrtumbuhan keadaan scpintas lalu serta pcrcobaan scketika. Im­prcsionismc menunjukkan kesan-kesan scketika atau scsaat dan tidak pcr­manen. Pclukis imprcsionismc tidak Iagi mcncliti dengan ccrmat bentuk-bentuk obyeknya.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger