Metode Analisis Teknikal : Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi nilai sebuah data runtun waktu seperti harga saham atau indeks saham. Beberapa diantaranya Auto Regressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), Vector Auto Regression (VAR), Jaringan Syaraf Tiruan, Algoritma Genetika, dan Logika Fuzzy. Pada tulisan ini hanya akan dibahas dua metode analisis teknikal yaitu ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dan Jaringan Syaraf Tiruan.
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)
Dalam analisis teknikal, terdapat metode-metode yang merupakan basic trading rules yaitu indikator-indikator berupa moving average, exponential moving average, dan trend line (Parisi dan Vasquez, 2000; Fernandez-Rodriguez, 1999,2000,2001)
Metode moving average adalah salah satu metode analisis teknikal sederhana. Dilakukan dengan cara mencari rata-rata bergerak dari harga saham harian selama beberapa periode, banyaknya periode yang sering digunakan untuk perhitungan ini adalah 5, 10 dan 100 periode. Metode moving average yang lainnya adalah exponential moving average yang memiliki prinsip yang hampir sama dengan MA, tetapi EMA mempertimbangkan bobot dari periode sebelumnya. Sementara itu metode trend line adalah metode perkiraan harga saham dengan menggunakan teknik regresi sederhana dengan waktu sebagai variabel bebasnya.
Model ARIMA merupakan model yang dikembangkan secara intensif oleh George Box dan Gwilyn Jenkins sehingga nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis dan peramalan data runtun waktu (time series). ARIMA sebenarnya adalah teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan demikian ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat. Contoh pemakaian model ARIMA adalah peramalan harga saham dipasar modal yang dilakukan para pialang yang didasarkan pada pola perubahan harga saham dimasa lampau (Sugiarto dan Harijono, 2000). ARIMA juga telah digunakan pada beberapa penelitian empiris di Bursa Efek Jakarta, misalnya penelitian Ibnu Qizam (2001) yang menggunakan ARIMA untuk menganalisis kerandoman perilaku laba perusahaan di Bursa Efek Jakarta, penelitian tersebut mengambil kesimpulan bahwa metode ARIMA masih relevan dalam menggambarkan perilaku laba.
Dalam melakukan analisis empiris menggunakan data runtun waktu, para peneliti dan ekonometrisi menghadapi beberapa tantangan (Gujarati, 1995:709 dalam Firmansyah, 2000), yaitu : pertama, studi empiris dengan basis data runtun waktu mengasumsikan bahwa data runtun waktu adalah stasioner. Asumsi ini memiliki konsekuensi penting dalam menterjemahkan data dan model ekonomi. Hal ini karena data yang stasioner pada dasarnya tidak mempunyai variasi yang terlalu besar selama periode pengamatan dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Insukindro, 1994; Gujarati, 1995; Engle dan Granger, 1987). Kedua, dalam regresi suatu variabel runtun waktu dengan variabel runtun waktu yang lain, seorang peneliti menginginkan bahwa koefisien determinasi R2 memiliki nilai yang tinggi tetapi seringkali tidak terdapat keterkaitan yang berarti antara kedua variabel tersebut. Situasi ini mengindikasikan adanya permasalahan regresi lancung (spurious regression), akibatnya antara lain koefisien regresi penaksir tidak efisien, uji baku umum untuk koefisien regresi menjadi tidak valid. Ketiga, model regresi dengan data runtun waktu seringkali digunakan untuk keperluan peramalan atau prediksi. Hasil prediksi tidak akan valid apabila data yang digunakan tidak stasioner.
Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengapa digunakan teknik peramalan yang tidak menggunakan model struktural, dimana persamaannya menunjukkan hubungan antar variabel yang berdasar pada teori ekonomi dan logika. Meskipun mungkin sebenarnya landasan teori yang digunakan untuk membentuk suatu model ada, tetapi data variabel bebas yang diperlukan ternyata tidak tersedia. Selain itu, terkadang penyebab pergerakan suatu variabel sulit dideteksi (Firmansyah, 2000).
Notasi Dalam model ARIMA
Secara umum model ARIMA (Box-Jenkins) dirumuskan dengan notasi sebagai berikut (Harijono dan Sugiarto, 2000) :
ARIMA (p,d,q) dalam hal ini,
p menunjukkan orde / derajat Autoregressive (AR)
d menunjukkan orde / derajat Differencing (pembedaan) dan
q menunjukkan orde / derajat Moving Average (MA)
Model Autoregressive (AR)
Model Autoregressive adalah model yang menggambarkan bahwa variabel dependen dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-periode dan waktu-waktu sebelumnya (Sugiarto dan Harijono, 2000). Secara umum model autoregressive (AR) mempunyai bentuk sebagai berikut :
Dimana,
: deret waktu stasioner
: Konstanta
: Nilai masa lalu yang berhubungan
: Koefisien atau parameter dari model autoregressive
: residual pada waktu t
Orde dari model AR (yang diberi notasi p) ditentukan oleh jumlah periode variabel dependen yang masuk dalam model. Sebagai contoh :
adalah model AR orde 1 dengan notasi ARIMA (1,0,0)
adalah model AR orde 2 dengan notasi ARIMA (2,0,0)
Model diatas disebut sebagai model autoregressive (regresi diri sendiri) karena model tersebut mirip dengan persamaan regresi pada umumnya, hanya saja yang menjadi variabel independen bukan variabel yang berbeda dengan variabel dependen melainkan nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen () itu sendiri
Banyaknya nilai lampau yang digunakan oleh model, yaitu sebanyak p, menentukan tingkat model ini. Apabila hanya digunakan satu lag dependen, maka model ini dinamakan model autoregressive tingkat satu(first-order autoregressive) atau AR(1). Apabila nilai yang digunakan sebanyak p lag dependen, maka model ini dinamakan model autoregressive tingkat p (p-th order autoregressive) atau AR(p).
Model Moving Average (MA)
Secara umum model moving average mempunyai bentuk sebagai berikut :
dimana,
: Deret waktu stasioner
: konstanta
: koefisien model moving average yang menunjukkan bobot. Nilai koefisien dapat memiliki tanda negatif atau ositif, tergantung hasil estimasi.
: residual lampau yang digunakan oleh model, yaitu sebanyak q, menentukan tingkat model ini.
Perbedaan model moving average dengan model autoregressive terletak pada jenis variabel independen. Bila variabel independen pada model autoregressive adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen () itu sendiri, maka pada model moving average sebagai variabel independennya adalah nilai residual pada periode sebelumnya.
Orde dari nilai MA (yang diberi notasi q) ditentukan oleh jumlah periode variabel independen yang masuk dalam model. Sebagai contoh :
adalah model MA orde 1 dengan notasi ARIMA (0,1,1)
adalah model MA orde 2 dengan notasi ARIMA (0,0,2)
Model ARMA (Autoregressive Moving Average)
Sering kali karakteristik Y tidak dapat dijelaskan oleh proses AR sana atau MA saja, tetapi harus dijelaskan oleh keduanya sekaligus. Model yang memuat kedua proses ini biasa disebut model ARMA. Bentuk umum model ini adalah :
Di mana Yt dan et sama seperti sebelumnya, gt adalah konstanta, d dan l adalah koefisien model. Jika model menggunakan dua lag dependen dan tiga lag residual, model itu dilambangkan dengan ARMA (2,3)
Model ARIMA
Dalam praktek banyak ditemukan bahwa data ekonomi bersifat non-stasioner sehingga perlu dilakukan modifikasi, dengan melakukan pembedaan(differencing), untuk menghasilkan data yang stasioner. Pembedaan dilakukan dengan mengurangi nilai pada suatu periode dengan nilai pada periode sebelumnya.
Pada umumnya, data di dunia bisnis akan menjadi stasioner setelah dilakukan pembedaan pertama. Jika setelah dilakukan pembedaan pertama ternyata data masih belum stasioner, perlu dilakukan pembedaan berikutnya. Data yang dipakai sebagai input model ARIMA adalah data hasil transformasi yang sudah stasioner, bukan data asli. Beberapa kali proses differencing dilakukan dinotasikan dengan d. Misalnya data asli belum stasioner, lalu dilakukan pembedaan pertama dan menghasilkan data yang stasioner. Dapat dikatakan bahwa series tersebut melalui proses differencing satu kali, d=1. Namun jika ternyata deret waktu tersebut baru stasioner pada pembedaan kedua, maka d=2, dan seterusnya.
Model ARIMA biasanya dilambangkan dengan ARIMA(p,d,q) yang mengandung pengertian bahwa model tersebut menggunakan p nilai lag dependen, d tingkat proses differensiasi, dan q lag residual. Simbol model sebelumnya dapat juga dinyatakan dengan simbol ARIMA, misalnya :
MA(2) dapat ditulis dengan ARIMA (0,0,2)
AR(1) dapat ditulis dengan ARIMA (1,0,0)
ARMA (1,2) dapat ditulis dengan ARIMA(1,0,2)
Dan sebagainya.
Post a Comment