PENGARUH EPISTEMOLOGI TERHADAP TIK : Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Tetapi, ilmu pengetahuan harus ditangkap dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang berhenti, akan kehilangan kekhasannya. Ilmu pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidka jarang temuan ilmu pengetahuan yang lebih dulu ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian. Perkemabangan ilmu pengetahuan dengan demikian membuktikan, bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat tentatif. Selama belum digugurkan oleh temuan lain, maka suatu temuan dianggap benar. Perbedaan hasil teman dalam masalah yang sama ini disebabkan oleh perbedaan prosedur yang ditempuh para ilmuwan dalam membentuk ilmu pengetahuan. Melalui pelaksanaan fungsi dan tugas dalam menganalisis prosedur ilmu pengetahuan tersebut, maka epistemologi dapat memberikan pengayaan gambaran proses terbentuknya pengetahuan ilmiah. Proses ini lebih penting daripada hasil, mengingat bahwa proses itulah menunjukkan mekanisme kerja ilmiah dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Akhirnya, epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan.
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada. Dalam filsafat, banyak konsep dari pemikiran filosof yang kemudian mendapat serangan yang tajam dari pemikiran filosof lain berdasarkan pendekatan-pendekatan epistemologi. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan yang membantu seseorang dalam melakukan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Koreksi secara kontinyu terhadap pemikirannya sendiri ini untuk menyempurnakan argumentasi atau alasan supaya memperoleh hasil pemikiran yang maksimal. Ini menunjukkan bahwa epistemologi bisa mengarahkan seseorang untuk mengkritik pemikiran orang lain (kritik eksternal) dan pemikirannya sendiri (kritik internal). Implikasinya, epistemologi senantiasa mendorong dinamika berpikir secara korektif dan kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan relatif mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya.
Dinamika pemikiran tersebut mengakibatkan polarisasi pandangan, ide atau gagasan, baik yang dimiliki seseorang maupun masyarakat. Mohammad Arkoun menyebutkan, bahwa keragaman seseorang atau masyarakat akan dipengaruhi pula oleh pandangan epistemologinya serta situasi sosial politik yang melingkupinya. Keberangaman pandangan seseorang dalam mengamati suatu fenomena akan melahirkan keberagaman pemikiran. Kendati terhadap satu persoalan, tetapi karena sudut pandang yang ditempuh seseorang berbeda, pada gilirannya juga menghasilkan pemikiran yang berbeda. Kondisi demikian sesungguhnya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah suatu kelaziman, tidak ada yang aneh sama sekali, sehingga perbedaan pemikiran itu dapat dipahami secara memuaskan dengan melacak akar persoalannya pada perbedaan sudut pandang, sedangkan perbedaan sudut pandangan itu dapat dilacak dari epistemologinya
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya. Pada awalnya seseorang yang berusaha menciptakan sesuatu yang baru, mungki saja mengalami kegagalan tetapi kegagalan itu dimanfaatkan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Sebab dibalik kegagalan itu ditemukan rahasia pengetahuan, berupa faktor-faktor penyebabnya. Jadi kronologinya adalah sebagai berikut: mula-mula seseorang berpikir dan mengadakan perenungan, sehingga didapatkan percikan-percikan pengetahuan, kemudian disusun secara sistematis menjadi ilmu pengetahuan (sains). Akhirnya ilmu pengetahuan tersebut diaplikasikan melalui teknologi, technology is an apllied of science (teknologi adalah penerapan sains). Pemikiran pada wilayah proses dalam mewujudkan teknologi itu adalah bagian dari filsafat yang dikenal dengan epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistemologi bukan hanya mungkin, melainkan mutlak perlu dikuasai.
Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu ilmu yang besar. Sebuah keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuan tidak dilandasi oleh landasan moral, maka peristiwa terjadilah kembali yang dipertontonkan secara spektakuler yang mengakibatkan terciptanya “Momok kemanusiaan” yang dilakukan oleh Frankenstein (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36). Nilai-nilai yang juga harus melekat pada ilmuan, sebagaimana juga dicirikan sebagai manusia modern: (1) Nilai teori: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai teori dicirikan oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka terhadap ide-ide dan pengalaman baru. (2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial, manusia modem dicirikan oleh sikap individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai prestasi, bersikap positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi perempuan; (3) nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modem dicirikan oleh tingkat produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu, terorganisasikan dalam kehidupannya, dan penuh perhitungan; (4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai ini dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan yang diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi; (5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan nilai agama, manusia modem dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik, analitis sebagai lawan dari legalitas, penalaran sebagai lawan dari sikap mistis (Suriasumantri, 1986, Semiawan,C 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2005.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya..2001.
Effendy, Onong Uchyana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1994
Effendy., Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2008.
Suriasumantri, Jujun S, 1985, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta
Post a Comment