News Update :
Home » » Prinsip – Prinsip Perbankan Syariah

Prinsip – Prinsip Perbankan Syariah

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Saturday, November 16, 2013 | 1:18 AM

Prinsip – Prinsip Perbankan Syariah : Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun Indonesia masih menganut dual banking system ( dua system perbankan ). Ini berarti memperkenankan dua system perbankan secara co-existance. Dua system perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil ( yang secara impisit mengakui system perbankan berdasarkan prinsip Islam ). Bank Syariah dapat dilakukan melalui 1) bank umum syariah 2) bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) ; 3) Islamic windows; dan 4) office channeling. Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Office Chanelling merupakan istilah yang diberikan guna menandai dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan syariah di kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu bank umum konvesional. Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktik konvesional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan kepada bank umum konvesional untuk membuka cabang syariah dengan prsyaratan yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan,pemisahan modal,pemisahan pegawai,dan pemisahan keragaan ruangan.

Operasional Bank Islam didasarkan kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam.
Adapun prinsip bagi hasil ( Profit Sharing ) sebagai berikut :

1. Al – Wadiah
Yaitu perjanjian antara pemilik barang ( termasuk uang ) dengan penyimpan ( termasuk bank ) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.
Terdapat dua jenis al-Wadiah:
a. Al-Wadiah Amanah
b. Al-Wadiah Dhamanah
2. Al – Mudharabah

Yaitu perjanjian antara pemilik modal ( uang atau barang ) dengan pengusaha ( enterpreneur ). Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugia, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewangan atau penyalahgunaan oleh pengusaha.

Syarat – syarat mudharabah :
2.1. Modal
2.2. Keuntungan
3. Al – Musyarakah
Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal ( uang atau barang ) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.
Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :
1. terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak
2. terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud

4. Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Ajil
Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi car a pembayaran sekaligus.
Sedangkan al-Bai’u Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.

5. Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri
Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada pemilik.
Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.

6. Al-Qardahul Hasan
Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pinjaman dan biaya administrasi.
Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Al-Qardahul Hasan :
a ) Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase
b ) Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya 
     kontrak.

Dan untuk prinsip Jual Beli ( Al – Buyu ) yaitu :
1. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,di mana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual.

2. Salam
Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian. Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.

3. Istisna
Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap.
4. Ijarah ( Sewa )
Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat.

5. Wakalah
Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua ( sebagai wakil ) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.

6. Kafalah ( Garansi Bank )
Kafalah adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan berupa komisi atau fee.

7. Sharf ( Jual beli valuta asing )
Sharf adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.

8. Hawalah
Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang

9. Rahn ( Gadai )
Rahn adalah transaksi gadai dimana seseorang yang membutuhkan dan dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara dengan baik. 10. Qardh Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu sebagai pinjaman talangan haji.

Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini:

1. Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
  • Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan ( fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu ( nasi’ah )
  • Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
  • Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah
  • Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah
  • Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
2. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, 
    pemerataan, dan kemanfaatan.
3. Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan 
    yang sehat, kuat, dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Disamping itu kegiatan usaha perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004. Agar memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 ( sembilan ) fungsi berikut ini :
1. Penghimpunan Dana
2. Penyaluran dana ( langsung dan tidak langsung )
3. Jasa pelayanan perbankan
4. Berkaitan dengan surat berharga
5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing ( sharf )
6. Berkaitan pasar modal
7. Investasi
8. Dana Pensiun
9. Sosial

Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah
Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional. Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. 

Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah :
  1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
  2. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :

- Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif
- Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang honorariumnya
- Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan Pengawas lainnya.

Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional ( DSN ). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :
  1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
  2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah,
  3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam mengawasi bank-bank syariah
  4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas syariah.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger