I. TEORI-TEORI MOTIVASI MENURUT PARA AHLI-AHLI
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement(N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitufaktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
II. MOTIVASI KERJA
Memberi motivasi apalagi memotivasi orang lain--- bukanlah hal mudah.. Karena itu, mengapa tidak memulai dengan memotivasi diri sendiri. Kita akan lebih “gairah” bila kita termotivasi. Dan itu akan meningkatkan mutu diri.
Mulailah memotivasi diri dengan hal yang sederhana. Misalnya untuk meningkatkan motivasi diri sendiri dalam belajar.
Kita tahu bahwa sukses belajar, tergantung pula pada dua faktor : ketrampulan belajar dan motivasi (kemauan) belajar. Ketrampilan yang dibutuhkan untuk belajar antara lain :
1. Keterampilan dalam membuat catatan. Kegiatan utama dalam belajar adalah mendengar dan membaca informasi. Untuk itu harus dipunyai keterampilan agar mampu menjadi pendengar dan pembaca yang cerdas dan efektif. Untuk itu kita harus terampil dalam membuat catatan. Saat ini, sebagian dari Anda tampak seperti membuat catatan-catatan. Bila dilihat dari hasil catatan yang Anda buat, bermacam-macam modelnya. Ada yang mencacat rapi hal-hal penting, ada yang berupaya mencacat sebanyak mungkin informasi, ada pula yang catatannya seperti coretan dan penuh gambar, dan lain-lain. Model cacatan yang mana yang paling baik untuk Anda? Andalah yang dapat menjawabnya. Namun menurut DePorter dan Hernacki (1992) ada teknik mencatat yang efektif (bahkan dikatakan sebagai teknik mencacat tingkat tinggi), yaitu menggunaan peta pikiran (atau pada beberapa referensi disebut sebagai peta kognitif, concept mapping). Melalui peta pikiran dapat dibuat suatu catatan yang menyeluruh dalam satu halaman. Menggunakan berbagai simbol visual dan tanda-tanda lain, cacatan model peta pikiran mampu meningkatkan pemahaman dan ingatan.Di samping menggunakan model peta pikiran, ada banyak cara lain untuk melakukan cacatan, seperti misalnya model Catat:TS (lihat Quatum Learning 1992: 162-166), model tulang-ikan, model tabel, model bagan alir dan lain-lan.
2. Keterampilan belajar lain yang sangat diperlukan adalah: keterampilan menjadi pendengar yang cerdas. Tidak sukar untuk menjadi pendengar yang baik, asal duduk tenang, tersenyum, dan sedikit membuat cacatan, kiranya telah dapat disebut pendengar yang baik. Tetapi sekedar menjadi pendengar yang baik tidaklah cukup. Anda harus menjadi pendengar yang cerdas. Ciri pendengar yang cerdas adalah (a) sikap fisiknya mengekspresikan semangat dan perhatian terhadap pembicara, (b) selama mendengar mengupayakan mengkaitkan secara bermakna informasi yang diterima dengan pengetahuan yang telah dipunyainya, (c) sambil mendengarkan membuat pertanyaan-pertanyaan terhadap informasi yang didengarnya, dan (d) berupaya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tanya-jawab, diskusi atau demontrasi bila dilakukan.
3. Keterampilan berikutnya adalah : keterampilan membaca cepat dan akurat. Banyak buku tentang teknik membaca, dan bagaimana meningkatkan kemampuan membaca. Upayakan membaca salah satu di antara buku-buku tersebut. Hal yang dapat dilakukan untuk menjadi pembaca yang efektif adalah : (a) jangan membaca kata-demi kata, bacalah kalimatnya, bacalah gagasan-gagasannya. (b) baca lebih dulu, secara selintas isi keseluruhan buku atau bab yang akan dibaca, untuk mendapat gambaran umum tentang isi bacaan, gunakan daftar isi, atau ringkasan bila tersedia, (c) gunakan jari atau benda lain sebagai penunjuk, (d) buat cacatan-catatan selama atau pada akhir membaca –gunakan misalnya model peta pikiran- dan kemudian rangkumlah isi bacaan dan gunakan ‘pengingat’ tertentu.
4. Keterampilan berkomunikasi, mencari dan menghimpun informasi, merupakan keterampilan penting lain untuk belajar. Keterampilan ini merupakan gabungan dari (a) kemampuan memakai sumber-sumber informasi –perpustakaan, internet, CD-Rom, (b) kemampuan berbahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing, (c) kemampuan berkomunikasi baik lisan (berbincang santai, bertanya, menjawab pertanyaan, menyampaikan pidato, dll) maupun tertulis (membina sahabat pena, mengirim e-mail, dll)., (d) kerapihan dan ketertiban dalam mendokumentasi, dan menyimpan informasi, (perlunya sistem arsip, pengkodean, dll)
5. Keterampilan mengingat sangatlah penting dalam belajar. Dalam perkuliahan banyak hal yang wajib kita ingat. Karena daya ingat kita tidak sama, maka berbagai cara digunakan agar kita tidak melupakan sesuatu. Di antaranya yang paling kita kenal adalah penggunaan Singkatan-Akronim (misalnya: syarat skripsi harus APIK – yang merupakan singkatan dari Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten, ingat bagaimana cara Anda untuk menghafal warna pelangi?). Banyak cara lain untuk meningkatkan daya ingat, seperti misalnya : analogi, sistem cantol, metode lokasi, gunakan asosiasi, jembatan keledai, dll.
6. Keterampilan bertanya, agar berhasil, perlu berani bertanya. Karena dalam perkuliahan pasti terdapat banyak hal yang dapat dipertanyakan dan terlebih lagi tidak ada pertanyaan yang jelek. Kemampuan untuk bertanya, memang harus dilatih. Untuk itu (a) biasakan membuat 1-2 buah pertanyaan, baik dalam hati, ditulis, ataupun langsung disampaikan dalam setiap kegiatan mengikuti kuliah, membaca buku, mendengarkan seminar, dll, (b) himpunlah pertanyaan dan jawaban yang pernah Anda dapat dari topik permasalahan yang dikaji, (c) cobalah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa lain (meskipun di dalam hati)
Tentu saja masih banyak keterampilan belajar lain. Namun apa yang diuraikan di atas adalah keterampilan penting yang harus dipelajari dan digunakan sejak saat ini. Jangan segan untuk berlatih. Hasilnya memang tidak segera, tetapi pasti.
Namun, keterampilan di atas menjadi tidak bermakna BILA kita tidak mau menerapkannya. Bila tidak ada dorongan (motivasi) dalam diri kita untuk belajar.
Nah bagaimana cara kita memotivasi diri, untuk (lebih bersemangat) belajar? Berikut beberapa saran:
1. Mengetahui manfaat yang akan didapat, motivasi belajar akan meningkat. Kehendak belajar akan muncul, apabila kita tahu apa manfaat yang akan diperoleh dari hal yang dipelajari. Untuk itu, setiap kali akan belajar, ketahui terlebih dahulu apa untungnya mempelajari hal itu. Tanyakan manfaat matakuliah kepada dosen anda. Atau buat, ciptakan sendiri dalam pikiran Anda hal-hal yang menyenangkan yang akan Anda dapat dari belajar sesuatu. Misalnya, belajar bahasa, pikirkan manfaat yang akan dapat Anda peroleh
2. Semangatkan pikiran melalui gerakan, sikap tubuh, dan mimik wajah yang penuh enersi. Motivasi yang telah muncul, harus diperkuat dengan pikiran yang bersemangat. Untuk itu buatlah aktivitas fisik yang juga bersemangat. Bagaimana mungkin, pikiran akan bersemangat, bila Anda duduk loyo, bertopang dagu, bermata sayu. Semangatkan fisik Anda. “pasang” mimik muka Anda menjadi mimik muka orang paling cerdas, duduklah dengan percaya diri, berdirilah dengan tegap.
3. Anda dituntut kreatif, mulailah dari tatanan kamar belajarAnda.Bersamaan dengan itu ciptakan lingkungan belajar yang membangkitkan gairah. Bila Anda menyukai, dengarkan musik lembut sambil belajar, pasang foto pacar (atau foto orang tua, atau foto Anda sendiri waktu berhasil mendaki gunung Semeru,) di meja belajar, buatlah hati Anda bangga dan gembira. Pokoknya, tatalah ruang belajar Anda semau Anda. Yang penting Anda makin krasan, gairah dan asyik untuk belajar.
4. Terapkanlah pikiran rasional: bahwa yang paling berperan, paling bertanggung jawab, paling mampu untuk merubah kualitas diri, adalah diri sendiri. Anda juga dituntut menjadi seorang yang bersikap positif. Terapkan mulai sekarang. Jangan melihat sesuatu dari segi jeleknya saja, jangan selalu mengeluh, jangan menarik perhatian dengan membuat orang kasihan pada diri Anda. JANGAN. Mulai berpikir dan bertindak positif. Kegagalan (yang boleh terjadi) adalah sukses yang tertunda. Setiap musibah pasti ada hikmahnya. Setiap pribadi pasti mempunyai sisi yang baik dan bermanfaaat.
5. Jangan lupa berdoa, Jangan lupa untuk selalu memohon perkenan, bantuan, ijin dalam mencari pengetahuan dan kebijaksanaan dari Yang Maha Berpengetahuan dan Yang Maha Bijaksana.
6. Anda dapat menambah macam kegiatan lain, yang mampu memotivasi diri Anda sendiri…….(misalnya berikan hadiah dari anda untuk anda, bila satu kegiatan telah anda lakukan dengan baik, dll)
Ringkasnya, sukses belajar harus dimulai dari kemauan untuk menerapkan ketrampilan-ketrampilan belajar. Jadi, kembali GABUNGAN dari mampu dan mau, merupakan pangkal sukses.
III. RETENSI PEGAWAI/ RETENSI KERJA
Mengelola Retensi Karyawan
Apa itu retensi karyawan?
Definisi atau pengertian retensi karyawan sering diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi. Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekrutmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada. Oleh karena itu pula, kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan dan terlatih, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut. Hal demikian dapat ditafsirkan bahwa perusahaan telah mengalami kehilangan besar.
Berdasarkan pemahan tersebut di atas, menjadi sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi. Untuk itu perlu dikembangkan langkah-langkah yang dapat mempertahankan aset sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Prinsipnya, semakin besar karyawan merasa organisasi tempatnya bekerja mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang berpusat pada kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka, demikian dikatakan oleh Paille, Bordeau & Galois (2010). Lebih jauh dikatakan juga bahwa semakin tinggi kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka semakin kecil kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan demikian, kecilnya tingkat karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan besarnya tingkat retensi karyawan di dalam organisasi. Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau & Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaan mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukan upaya sukarela untuk menolong organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik.
Faktor-Faktor Retensi Karyawan
1) Komponen Organisasional
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi karyawan. Demikian pula dengan kontinuitas dan keamanan kerja (job security) seseorang di suatu organisasi, juga turut berpengaruh terhadap retensi karyawan.
2) Peluang Karier Organisasional
Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di dalam suatu organisasi.
3) Penghargaan dan Retensi Karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja, datang dan pembentukan gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut banyak survei dan pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.
4) Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan.
5) Hubungan Karyawan
Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor atau manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik, maka hal-hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan.
Bagaimana mengelola retensi karyawan?
Untuk mencegah terjadinya retensi karyawan atau setidaknya kalaupun harus ada retensi karyawan maka retensi tersebut haruslah dikelola. Mengelola retensi karyawan merupakan sebuah proses. Gambaran mengenai proses mengelola retensi karyawan sebagai berikut:
1) Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif dati situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari: Analisis pengukuran perputaran, biaya perputaran, survei karyawan dan wawancara keluar kerja
2) Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu: pengembangan sistem perekrutan dan seleksi, orientasi dan pelatihan, kompensasi dan tunjangan, perencanaan dan pengembangan karier, dan hubungan karyawan yang juga mempertimbangkan upaya meminimalisir retensi karyawan.
3) Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan cara: menelaah data perputaran secara tetap, memeriksa hasil intervensi dan menyesuaikan usaha intervensi.
IV. STRATEGI MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat ketekunan dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi internal) maupun dari luar individu (motivasi eksternal). Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan tentang pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh organisasi. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki seseorang akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Seperti yang telah dikemukakan, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk dalam faktor internal adalah (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; dan (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; dan (e) sistem imbalan yang berlaku serta cara penerapannya.
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang atau motif mempunyai dua unsur, yaitu berupa daya dorong untuk berbuat dan sasaran atau tujuan yang akan diarahkan oleh perbuatan itu. Dua unsur inilah yang membuat seseorang mau melakukan kegiatan dan sekaligus mencapai apa yang dikehendaki melalui kegiatan tersebut. Dan kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan, karena bila salah satu unsur tidak ada maka tidak akan timbul suatu kegiatan.
Sumber dari motivasi kerja diantaranya adalah adanya kesempatan untuk berkembang, jenis pekerjaan yang dilakukan, serta adanya perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi dimana seseorang tersebut bekerja. Di samping itu, motivasi kerja juga dipengaruhi oleh perasaan aman dalam bekerja, gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja, serta perlakuan yang adil dari pimpinan.
Dalam suatu organisasi formal, motivasi merupakan tugas seorang pimpinan untuk membuat karyawan melakukan apa yang harus dilakukan. Pimpinan dapat memotivasi karyawan dengan berbagai cara, diantaranya:
1) Menginspirasi, yaitu dengan memasukkan semangat ke dalam diri orang agar bersedia melakukan sesuatu dengan efektif. Orang diinspirasi melalui kepribadian pimpinan, keteladanannya, dan pekerjaan yang dilakukannya secara sadar atau tidak sadar.
2) Mendorong, yaitu dengan merangsang orang untuk melakukan apa saja yang harus dilakukan melalui pujian, persetujuan dan bantuan.
3) Mendesak, yaitu membuat orang merasa harus melakukan apa yang harus dilakukan dengan sesuatu cara, termasuk paksaan, kekerasan dan ancaman jika perlu. Namun, motivasi jenis ini sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman dan bersifat negatif karena karyawan bekerja disebabkan adanya paksaan tanpa ada motif dari dirinya sendiri.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh pimpinan dalam menumbuhkan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja karyawan, diantaranya:
- Memberikan kepada karyawan keterangan yang mereka perlukan untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan baik;
- Memberikan kesempatan umpan balik secara teratur;
- Meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka;
- Membuat saluran komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban;
- Belajar dari para karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka;
- Menghargai karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum;
- Terus menerus memelihara hubungan dengan karyawan yang dbawahi;
- Memberi selamat secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik;
- Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena karyawan akan lebih terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan keperluan pribadinya;
- Menulis memo secara pribadi kepada karyawan tentang hasil kinerja mereka;
- Memastikan apakah karyawan mempunyai sarana kerja yang terbaik;
- Memberi karyawan satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan pimpinan harus memperlihatkan kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru;
- Membantu berkembangnya rasa “bermasyarakat” sehingga karyawan akan merasa betah di dalamnya;
- Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang mereka kerjakan;
- Menawarkan “pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Cara efektif untuk meningkatkan kembali motivasi karyawan
1. Pendekatan secara personal
Kepekaan dalam membaca situasi seperti ini dibutuhkan dalam diri seorang pimpinan atau pemilik usaha, bisa saja karyawan maupun bawahan yang dibebani dengan berbagai macam target menemukan kesulitan menyelesaikan tugas mereka. Lakukan pendekatan secara personal, ajak karyawan atau bawahan tersebut bicara dan ciptakan suasana yang lebih santai.
Cari tahu dan tanyakan apakah kesulitan atau kendala-kendala yang mereka rasakan dalam bekerja, dan jangan lupa berikan masukan serta solusi yang bisa membantu karywan atau bawahan tersebut menemukan cara terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
2. Memberikan bahan kerja yang baru untuk penyegaran
Sebagai seorang pimpinan tidak hanya bisa memberikan solusi kepada bawahan atau karyawan, namun Anda juga harus bisa membangkitkan semangat serta memberikan penyegaran agar motivasi dalam bekerja kembali mereka dapatkan.
Selain memperbaharui materi atau bahan dalam bekerja, berikan juga kegiatan yang menyenangkan seperti berwisata bersama atau aktifitas lainnya yang jauh berbeda dari rutinitas ditempat kerja selama ini. Sudah pasti otak kita juga perlu direfresh dan diberikan waktu untuk sejenak istirahat agar bisa kembali bekerja dengan baik.
3. Training secara reguler
Memberikan training, karena sesi ini bisa untuk memberikan motivasi yang sempat hilang dari dalam diri mereka. Agar training bisa berjalan dengan efektif lakukanlah secara reguler, bahkan bila perlu gunakan tenaga dari Trainer Professional yang bisa mengubah mindset karyawan menjadi lebih baik hingga semangat dalam diri mereka kembali muncul.
4. Penuhi semua hak karyawan
Untuk mencapai goal, sebagai pemilik ataupun pimpinan Anda sudah pasti memberikan target kepada bawahan sesuai dengan keahlian dan bidang mereka masing-masing. Agar mereka bisa bekerja dengan baik dan maksimal jangan melupakan hak mereka agar motivasi mereka untuk bekerja di perusahaan Anda tetap bisa dipertahankan.
Karena bawahan atau karyawan bukan hanya dituntut untuk bekerja sesuai keinginan perusahaan, tetapi harus ada tercipta simbios mutualisme atau kerja sama yang saling memberikan keuntungan pada kedua belah pihak.
5. Berikan bonus & penghargaan untuk karyawan yang berprestasi
Setiap kualitas itu pasti ada harganya, begitu juga dengan karyawan atau bawahan yang memilikikinerja bagus. Sudah selayaknya mereka diberikan bonus atas prestasi yang berhasil ia lakukan dalam bekerja.
Bisa berbentuk uang, bukan tidak mungkin hal tersebut akan membuat karyawan akan bekerja lebih bersemangat agar kembali bisa mendapatkan bonus yang lebih besar lagi. Dan juga perlu diingat bahwa motivasi bukan hanya dengan ucapan atau tulisan yang diberikan kepada karyawan, bisa juga dalam bentuk materi.
V. KESIMPULAN
Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Dalam suatu penerapan perilaku organisasi, pembahasan tentang motivasi dalam organisasi memang sangat penting dalam kajian perilaku organisasi. Karena setiap personil atau pegawai pasti memerlukan suatu motivasi baik dari dalam diri maupun dari orang lain, untuk itu apabila seseorang sudah terdorong atau termotivasi maka kinerja seseorang itu akan meningkat sehingga akan mempercepat proses penyelesaian tugasnya dalam bekerja. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik diperlukan apabila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai pelajar.
terimakasih telah membaca Makalah Perilaku Organisasi semoga bermanfaat.
terimakasih telah membaca Makalah Perilaku Organisasi semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment