News Update :

Sejarah Perkeretaapiaan

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Thursday, August 23, 2018 | 6:18 AM



Pada masa penjajahan Belanda hingga setelah pada masa penjajahan Jepang kita bisa melihat sejarah pengangkutan. Pada tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari alam seperti angin atau air. Barang–barang yang diangkut pada masa tersebut pun rata–rata dalam jumlah kecil dan waktu yang ditempuh juga relatif lama.

Maka dari itu timbullah pemikiran untuk membangun jalan rel guna memenuhi kebutuhan tersebut. Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi pada umumnya yang diawali dengan penemuan moda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu kereta, kemudian dibuatlah kereta kuda yang lebih dari satu rel yang berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi, dan digunakan khususnya di daerah pertambangan untuk menarik hasil tambang dengan tenaga kuda.

Seiring dengan berkembangnya zaman maka mulai dimanfaatkanlah tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta api yang banyak digunakan sebagai alat transportasi. Pengangkutan itu diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari empat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan itu sendiri.

Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur  Jenderal Hindia Belanda, Mr.L.A.J Baron Sloet Van Den Beele yang diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J. P De Bordes dari Desa Kemijen menuju  Desa Tanggung sepanjang 26 km dengan lebar spur 1435 mm. Empat tahun  kemudian, tepatnya tanggal 17 Juni 1868, pengoperasian pertama perjalanan  kereta api (KA) antara Stasiun Kemijen-Tanggung diresmikan. Ruas jalan ini
dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.

Keberhasilan swasta NV.NISM membangun jalan kereta api antara Kemijen-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 km), akhirnya mendorong minat  investor untuk membangun jalan kereta api di daerah lainnya.

Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Aceh  (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1992 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47  km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujung Pandang–Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun studi jalan kereta api Pontianak–Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga di Pulau Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.

Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6811 km. Akan tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5910 km. Sekitar 901 km jalan kereta api raib, diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan kereta api di sana.

Tujuan didirikannya perusahaan KA oleh zaman Pemerintah Hindia Belanda adalah sebagai sarana logistik dan politik untuk kepentingan strategis peperangan dan untuk menunjang kebutuhan ekonomi Pemerintah Hindia Belanda, terutama setelah terjadinya revolusi industri di Eropa yang mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk mengekspor hasil bumi dari Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang seluruh jaringan jalan KA zaman Pemerintah Hindia Belanda dikuasai oleh Jepang dengan nama Tedsudo Kyoku yang berkantor pusat di Bandung. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera disebut Tedsudo Tai yang bekantor pusat di Bukit Tinggi.

Setelah kemerdekaan RI diproklamirkan, karyawan kereta api yang tergabung dalam “Angkutan Moeda Kereta Api” (AMKA), mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945 di Balai Besar Kereta Api Bandung tersebut ditandai dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945, kekuasaan  perkeretaapian di Indonesia berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak lagi diperkenankan campur tangan dengan urusan perkeretaapian di
Indonesia. Hal ini Kereta Api di Indonesia serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).

Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan daari pedalaman ke pelabuhan Belawan.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah pemerintah Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 No.PM/KP TS/045/12/97).

Selanjutnya mulai tanggal 29 April 1963, berdasarkan UU No.80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK MENHUB No.37/1/20 tanggal 17 Januari  1963 maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan  perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi Regional I Sumatera Utara (Selanjutnya disingkat Divre I SU).

Seiring dengan perkembangan zaman maka tidak terlepas dari peningkatan kebutuhan akan transportasi sehingga dibutuhkan alternatif untuk memudahkan  dan memberikan kenyamanan kepada masyarakat dimana salah satunya adalah  dengan adanya jalur kereta api bandara yaitu Railink.
PT. Railink merupakan anak perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Angkasa Pura II (Persero) yang beroperasi mengangkut penumpang khusus untuk penumpang yang tujuannya ke Bandara Udara Kuala Namu. Berbeda dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang dapat mengangkut penumpang dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan.

PT. Railink merupakan kereta api bandara yang mempersembahkan layanan baru kali pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 25 Juli 2013 bersamaan dengan pengoperasian perdana bandara kuala namu. PT. Railink didirikan dengan visi untuk menyuguhkan semangat baru dalam pelayanan moda transportasi kereta api di Indonesia.

PT. Railink sebagai kereta api bandara pertama ini melayani penumpang dari kota medan menuju bandara demikian juga sebaliknya. Sebagai layanan transportasi khusus, kereta api bandara ini memiliki fasilitas serta layanan yang menjadi standard baru dalam perkeretaapian Indonesia. Dimana angkutan kereta api bandara ini dirancang untuk mempermudah serta memberikan kenyamanan bagi para penumpang angkutan udara.

Perusahaan yang bergerak di bidang transportasi massal ini juga mempunyai visi dan misi yang mendukung pengoperasiannya sebagai salah satu angkutan kereta api. Adapun visi dan misi PT. Railink antara lain :

1.Visi
Menyelenggarakan bisnis kereta api bandara serta kegiatan usaha lainnya terkait secara sehat, tumbuh dan berkembang dengan model organisasi yang baik dan praktek bisnis yang etis serta mengutamakan keselamatan dan keamanan operasional, kepuasaan pelanggan, kesejahteraan karyawan serta memberi manfaat bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan.

2.Misi
Berusaha dalam bidang pengangkutan darat, dengan melaksanakan kegiatan usaha :
a.Pengoperasian, pengelolaan dan pengusahaan kereta api bandara;
b.Pengembangan dan pengelolaan stasiun;
c.Pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kereta api;
d.Pembangunan prasarana kereta api;
e.Konsultasi dan desain sistem perkeretaapian;
f.Pengusahaan jasa lainnya yang menunjang usaha pokok

PT. Railink telah mengembangkan sistem layanan terpadu dalam pengelolaan dua stasiun yang menghubungkan rute Medan–Kuala Namu ini memiliki dua stasiun. Dua stasiun tersebut adalah City Railway Station di pusat kota Medan dan Airport Railway Station di Bandara Kuala Namu. Masing-masing stasiun ini telah dibangun untuk melayani penumpang dengan berbagai fasilitas pendukung yang modern serta dikelola oleh sumber daya manusia yang cakap dan terampil.

Penumpang, pengantar maupun penjemput, akan mendapatkan tempat yang aman, sejuk, dan nyaman saat menunggu kereta api bandara, baik di stasiun kereta api bandara Medan maupun di stasiun kereta api bandara Kuala Namu. Sejumlah fasilitas tersedia lengkap, dari fasilitas umum seperti toilet, musholla, serta ruang menyusui yang selalu dalam kondisi yang bersih dan nyaman. Tidak hanya itu pihak railink juga menyediakan galeri ATM, minimarket serta tempat makan dan minum. Penumpang kereta api bandara juga dapat menginap di hotel yang tempatnya masih didalam kawasan stasiun kereta api bandara Medan.

Adapun tujuan PT. Railink Medan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan, antara lain:
1. Mewujudkan penyelenggara jasa angkutan penumpang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan pemerintah, publik, dan lingkungan setempat.
2.Menunjang upaya pengurangan kemacetan di jalan raya.
3.Membantu kelancaran kegiatan masyarakat khususnya di bidang pengangkutan.
 
Daftar Bacaan :  
Data dari PT.Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2009, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara, tgl. 30 Desember 2016.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger