RELEVANSI PENATAAN MANAJEMEN DENGAN PENINGKATAN KINERJA GURU : Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang mempunyai kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Upaya ini dapat terwujud jika kualitas dan gaji guru diperbaiki. Rasionalnya, guru yang berkualitas dengan gaji yang cukup, akan lebih kreatif, antusias, dedikatif, dan konsentrasi pada bidang pekerjaannya semata.
Untuk mengatasinya, manajemen pendidikan perlu ditata sebagai berikut (1) perlu dilakukan need assessment terhadap kebutuhan guru dan operasional sekolah yang terkait. Untuk itu Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Nasional diharapkan lebih fokus meningkatkan anggaran bagi perbaikan kualitas guru, terutama untuk gaji/pendapatan guru, studi lanjut, dan kegiatan pelatihan, (2) perlunya penerapan school based budgeting yang operasional dan out came based. Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten /kota perlu memberikan wewenang dan pembinaan kepada sekolah untuk mengatur rumah tangganya (Husain Z dan Sosangko, 2003).
Hasil studi Fiske (1996) di Spanyol, Brazil, Argentina, New Zealand, Mexico, Chili, Cina, dan Venezuela menunjukkan bahwa sistem desentralisasi pendidikan tidak selamanya membawa berkah. Hal itu tergantung dari potensi sumber-sumber pendukung di daerah. Otonomi daerah berpotensi memberikan efek negatif bagi guru yang kreatif, sebab ia tidak bisa mengembangkan dan melaksanakan tugasnya dengan efektif. Hal itu dikarenakan mereka digaji rendah.
Untuk menata manajemen pendidikan yang efektif di era otonomi daerah, diperlukan need assessment. Need assessment dilakukan untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan karakteristik daerah (Ellis, 1994). Faktor keuangan daerah tersebut cukup dominan dalam keberhasilan otonomi. Need assessment dilakukan terhadap kurikulum, kesiswaan, guru dan pegawai sekolah, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan masyarakat, dan aktivitas lain yang mendukung pendidikan.
Penataan manajemen pendidikan selanjutnya yaitu mengoperasionalkan paradigma school based management (SBM) ke dalam school based budgeting (SBB). Hal itu berarti penganggaran keuangan didasarkan kepada kebutuhan sekolah. Kalau sekolah ingin menfokuskan kepada peningkatan kualitas guru, berarti membawa implikasi bahwa segala kebutuhan guru harus terakomodasi. Misalnya pemenuhan gaji, honor, insentif, penghargaan, promosi, pemotongan birokrasi, pengembangan karier, dan sebagainya. Penerapan school based budgeting (SBB) ini cukup efektif dalam meningkatkan kualitas guru (Hadderman, 1999).
Penataan manajemen pendidikan, utamanya untuk perbaikan kualitas dan gaji guru memerlukan persyaratan. Menurut Bray (1996) ada lima syarat yaitu (1) commitment, (2) collaboration, (3) concern, (4) consideration, and (5) change. Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Nasional harus mempunyai komitmen untuk meningkatkan kualitas dan gaji guru. Tanpa adanya leadership commitment ini otonomi daerah tidak berhasil. Demikian pula syarat kolaborasi, juga harus dipenuhi. Antara Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Nasional, LPTK, dan lembaga lain yang terkait harus bekerja sama secara erat merencanakan dan memecahkan masalah. Kemudian, kepedulian untuk menerapkan peningkatan juga perlu dioperasionalkan dalam praktik nyata, utamanya dukungan dana yang cukup dari Pemda. Penyelewengan terhadap rencana harus segera dimodifikasi dengan pertimbangan yang matang, sehingga perubahan yang diharapkan dapat tercapai. Lima persyaratan ini sesuai dengan paradigma baru, yakni out came based.
Menurut Husain Z dan Sasongko, (2003) paradigma penataan manajemen pendidikan yang efektif di era Otonomi Daerah dapat digambarkan sebagai berikut.
Pengembangan profesi guru memiliki hubungan fungsional dan pengaruh terhadap kinerja guru karena memperkuat kemampuan profesional guru dalam melaksanakan pekerjaan. Pola pengembangan profesi yang dapat dilakukan antara lain (1) program tugas belajar, (2) program sertifikasi dan (3) penataran dan work shop. Pengembangan seperti ini mampu menempatkan guru dalam berkerja secara baik. Karena sangat tidak mungkin seorang guru yang memiliki pengetahuan sangat sempit dapat menghasilakn dan memberikan pencerahan kepada siswa yang lebih baik. Jika seorang guru memiliki pendidikan yang baik maka ada kemungkinan dalam bekerja akan selalu mempertahakan dan memperhatikan profesionalismenya karena merasa malu dengan guru yang lain yang berpendidikan rendah tetapi kinerjanya lebih baik. Perasaan ini memupuk dan memacu guru untuk lebih baik dalam bekerja.
Menurut Sahertian (dalam Ponco Dewi, 2003) bahwa pengembangan kinerja guru yang berkaitan pengembangan profesi guru dikenal adanya tiga program yakni (1) program pre-service education, (2) program in-service education, dan (3) program in-service trainning.
Program pre-service education adalah program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Lembaga penyelenggaraan program pre-service education adalah suatu pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pada bidang ilmu pendidikan program pre-service education diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) baik non gelar maupun yang bergelar.
Program in-service education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan guru dapat berusaha meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang berijasah D-2 dapat melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S-1, atau dari S-1 ke S-2 dan S-3 di samping itu dapat berupa jurusan tertentu ke jurusan lain. Program in-service trainning adalah suatu usaha pelatihan yang memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal ini adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.
Pada umumnya yang paling banyak dilakukan dalam program in-service trainning adalah melalui penataran yaitu (1) penataran penyegaran yaitu usaha pengembangan kinerja guru agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifat penataran ini memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat agar tidak ketinggalan jaman, (2) penataran peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan, dan (3) penataran penjenjangan adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan guru dalam bidang jenjang struktural sehingga memenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
Menurut Uzer Usman (1992) bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu (1) kemampuan yang ada pada diri guru agar dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat tercapai dengan lebih efektif, (2) kemampuan sosial yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi manfaat bagi pemenuhan yang diperuntukan bagi masyarakat. (3) kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.
Peningkatan kinerja guru serta kemampuan profesionalnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya. Untuk pembinaan dapat dilakukan dalam dua hal yaitu (1) peningkatan kemampuan profesional guru melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar yang diklasifikasikan dalam faktor pengembangan profesi, (2) pembinaan komitmen melalui pembinaan kesejahteraannya yang diklasifikasikan dalam faktor tingkat kesejahteraan.
Pidarta (1999) mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.
Pembentukan ilkim kerja yang baik dalam penyelenggaraan sekolah memberikan nuasa bekerja yang lebih baik, guru tidak akan ragu dan tetap merasa nyaman dalam bekerja. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Menurut Bafadal I, (2003) bahwa untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang dilakukan dan diperhatikan antara lain (1) guru sendiri, dan (2) hubungan dengan orang lain dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri, guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana itu dengan berbagai cara misalnya (1) di dalam kelas penggunaan metode mengajar yang sesuai maupun penyediaan alat belajar yang cukup serta pengaturan organisasi kelas yang mantap atau pendekatan lain yang diperlukan, (2) diluar kelas dapat menciptakan hubungan yang lebih dengan guru lain, pegawai dan Kepala Sekolah serta siswa itu sendiri. Terciptanya iklim kerja yang lebih baik tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memahami keadaan yang terjadi disekelilingnya, guru berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap terbuka terhadap persoalan-persoalan yang menggangu kelancaran kerjannya baik dengan guru lain maupun dengan kepala sekolah, guru harus berusaha membentuk pikiran-pikiran yang positif terhadap persoalan yang dihadapi sehingga memberikan jalan terselesaikannya persoalan secara baik dan cepat tanpa ada pihak yang dirugikan.
Menurut Pusat Inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2003) bahwa terdapat tiga kategori permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru dalam pembangunan pendidikan yaitu (1) sistem pelatihan guru, (2) kemampuan profesional, (3) profesi, jenjang karier dan kesejahteraan. Ketiga kategori peningkatan mutu guru dalam pembangunan pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut
Untuk kategori sistem pelatihan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:
Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;
Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya;
Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;
Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999.
Implikasi dari langkah-langkah yang diambil terhadap sistem pelatihan dapat berupa (1) adanya sistem pelatihan guru yang didahului dengan "need assessment" sesuai kondisi daerah masing-masing, (2) adanya sistem monitoring penyelenggaraan pelatihan guru yang dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga pengelola pendidikan, (3) adanya lembaga swasta yang independen yang bertugas untuk melakukan penilaian-penilaian proses (formative evaluation), hasil (output/summative evaluation), dan dampak (outcome/impact evaluation) pelatihan guru, untuk menemukan model-model pelatihan guru yang efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu pendidikan, (4) pembentukan dan pemberdayaan sentra-sentra pelatihan guru di kabupaten/kota yang juga bertugas untuk mengembangkan konten dan strategi mengajar tepat guna yang mampu meningkatkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Untuk kategori kemampuan profesional dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut :
Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru.
Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
Implikasi terhadap langkah-langkah yang diambil terhadap kemampuan profesional dapat berupa (1) pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai organisasi profesi guru yang berbasis mata pelajaran secara lebih profesional, terprogram, dan secara khusus diarahkan untuk mengembangkan standardisasi konsep dan penilaian mata pelajaran secara nasional, terutama untuk mata-mata pelajaran Matematika dan IPA, (2) adanya program-program alternatif peningkatan kemampuan profesional guru dari organisasi ini, melalui modul-modul/publikasi-publikasi yang diterbitkan secara berkala, dan dibahas dalam kegiatan-kegiatan tutorial, (3) pengembangan standar kompetensi guru (SKG) sebagai tolok ukur (benchmark) kemampuan mengajar yang diberikan oleh organisasi profesi ini, (4) adanya aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan leluasa serta mampu memberikan motivasi bagi guru untuk semakin mengembangkan kreativitasnya, (5) adanya keterlibatan perguruan tinggi/ universitas dalam mengembangkan konsep dan memberdayakan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sebagai media alternatif peningkatan mutu guru, (6) melakukan pemetaan kemampuan guru di tingkat nasional secara rutin melalui "needs assessment", (7) adanya pelatihan penelitian tindakan kelas (action research) bagi para guru, sebagai produk kerja sama antara Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang telah diberdayakan, dengan perguruan tinggi -perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya, (8) adanya credit point system terhadap karya penelitian guru yang memberikan motivasi bagi para guru untuk semakin meningkatkan minat dan kegiatan penelitiannya.
Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut
Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan guru.
Implikasi dari langkah-langkah yang dilakukan terhadap profesi, jenjang karier dan kesejahteraan agar dapat berhasil dapat berupa (1) persyaratan akta mengajar bagi mereka, yang bukan lulusan ilmu kependidikan untuk mengajar SLTP (A2 atau Akta 2) dan SLTA (A3 atau Akta 3) agar dilaksanakan secara konsekuen, (2) perlunya suatu peraturan jenjang karier tenaga guru, baik secara struktural maupun fungsional, yang setara dengan tenaga pengajar perguruan tinggi, (3) adanya kenaikan anggaran pendidikan yang prioritasnya ditekankan pada peningkatan penghasilan guru, (4) adanya mekanisme penganggaran serta pendanaan yang secara rutin, sistematik dan bertahap memberikan peluang bagi guru untuk meningkatkan pendapatannya secara signifikan, (5) penyempurnaan ketentuan/peraturan mengenai sistem credit point yang fleksibel dan memberikan motivasi bagi guru untuk meningkatkan jenjang karier.
Pengaruh faktor kedisiplinan terhadap kinerja guru masih rendah disebabkan guru kurang menyadari akan pentingnya sikap disiplin yang harus dimiliki dan ditegakkan oleh guru. Tingkah laku guru yang timbul atau nampak di sekolah menjadi contoh bagi siswa dan komponen lain di sekolah sehingga guru dituntut harus memiliki sikap disiplin yang tinggi seperti disiplin waktu dalam proses pembelajaran, ketika waktu menunjukkan untuk mulai kegiatan pembelajaran maka guru harus memasuki kelas tidak ada lagi alasan yang membuat guru harus terlambat, jika suatu waktu guru terlambat dan tidak disiplin dalam memulai pelajaran maka siswapun akan mengikutinya. Agar disiplin menjadi faktor yang mampu meningkatkan dan mempengaruhi kinerja maka guru harus sepenuhnya menyadari akan tugas yang diembannya. Guru bebas melakukan kreasi dan mengembankan potensi yang terdapat dalam dirinya guru meningkatkan kinerjanya namun konsekuensinya harus dapat dipertanggung jawabkan secara baik, jika hal ini disadari, guru tidak akan melakukan suatu tindakan di luar koridor profesinya dan tetap memegang teguh kode etik profesi keguruan.
Pengaruh faktor antar hubungan dan komunikasi terhadap kinerja sangat rendah hal ini disebabkan karena pola hubungan atau interaksi antara komponen yang ada disekolah belum maksimal, masih terdapatnya beberapa guru yang memiliki rasa lebih tinggi dari yang lain sehingga memunculkan sifat individualisme yang berbeda-beda, sebagian guru merasa bahwa kemampuan yang dimilikinya mampu mengatasi masalah yang dihadapi dalam menjalankan tugas dan kewajibanya maka tidak perlu lagi membutuhkan bantuan orang lain. Disisi lain guru tidak menyadari akan kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya akibat guru lebih memunculkan sifat keakuan dan terlalu percaya akan kemampuan diri sendiri tanpa melihat lebih jauh kemampuan orang lain yang jauh melebihinya. Sifat individual yang menonjol yang berkembang dikalangan guru dan komponen yang lain di sekolah berdampak terciptanya interaksi yang kurang harmonis, guru tidak saling membuka diri dan tidak bersikap luwes sebagaimana seharusnya dilakukan guru. Dampak lain akibat kurang terjalinnya hubungan dan komunikasi ialah proses pendidikan yang berlangsung di sekolah akan terganggu, program-program sekolah tidak dapat dilaksanakan serta tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat.
Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan niat yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik yang diikuti dengan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini.
Mengoptimalkan integrasi seluruh komponen yang terlibat dalam sekolah melalui pendekatan-pendekatan yang manusiawi dan memahami serta mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru sangat urgen sebagai langkah antisipasi dalam mencari pemecahan terhadap peningkatan mutu pendidikan secara umum. Sehingga dukungan yang dapat diberikan dalam manajemen pendidikan yaitu sebagai acuan dan pedoman bagi pengambil kebijakan tehnis untuk mengelola pendidikan secara profesional terutama dalam mengelola dan meningkatkan kinerja guru.
Penataan manajemen pendidikandalam upaya meningkatkan kinerja guru harus juga dilihat dalam aspek pengembangan profesionalisme guru maka alternatif pengembangan profesionalisme guru menjadi program-program yang mampu mempengaruhi kinerja guru.
Menurut Diknas (2005) berdasarkan hasil analisis situsional di masing-masing daerah ada berbagai alternatif peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan oleh :
a. Dinas Pendidikan setempat.
b. Dinas pendidikan bekerjasama atau melibatkan instansi lain atau unsur terkait di masyarakat.
c. Masing-masing guru sebagai kegiatan individual dan mandiri.
d. Kerjasama antara Dinas Pendidikan dan guru (sekolah).
Post a Comment