Sistem dan Fungsi Bahasa Serta Hubungan Berpikir dan Berbahasa : 1. Sistem Bahasa
a. Bahasa sebagai Sistem : Bahasa sebagai salah satu unsur penting dalam berkomunikasi antar anggota masyarakat, mengsyaratkan adanya interaksi dan tindak yang saling memahami, sehingga terjalin situasi komunikasi yang baik. Adanya ketidakpahaman atas unsur bahasa ketika melakukan tindak komunikasi akan menciptakan kesalah pahaman. Oleh karena itu, bahasa harus mengandung keteraturan dalam sebuah sistem yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat memahaminya. Jadi, bahasa sebagai sebuah sistem terdiri atas sejumlah unsur yang teratur yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya.
a. Bahasa sebagai Sistem : Bahasa sebagai salah satu unsur penting dalam berkomunikasi antar anggota masyarakat, mengsyaratkan adanya interaksi dan tindak yang saling memahami, sehingga terjalin situasi komunikasi yang baik. Adanya ketidakpahaman atas unsur bahasa ketika melakukan tindak komunikasi akan menciptakan kesalah pahaman. Oleh karena itu, bahasa harus mengandung keteraturan dalam sebuah sistem yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat memahaminya. Jadi, bahasa sebagai sebuah sistem terdiri atas sejumlah unsur yang teratur yang dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya.
Contoh:
- akngan kasam
- nangka masak
b. Bahasa sebagai satuan yang sistemis
Bahasa sebagai satuan yang sistemis terdiri atas subsistem fonologi, gramatika, dan leksikon. Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Adanya perbedaan bunyi dalam pengucapan satu kata, misalnya, akan menghasilkan makna yang berbeda atas satuan bahasa itu.
Perhatikan contoh berikut:
- batak-botak-batuk-batik-butik-butek
c. Bahasa sebagai sistem lambang
Bahasa diwujudkan dan diwakili oleh lambang dan tanda yang ditentukan berdasarkan konvensi sosial. Bahasa indonesia bersumber dari bahasa Melayu yang menggunakan huruf Latin yang menggantikan aksara Jawi dan Pegon. Huruf Latin dalam bahasa Indonesia mengenal fonem gabungan dua huruf, yaitu ny (nyonya), ng (bangkang), kh (khusus), sy (syukur), serta diftong dari gabungan dua huruf au (engkau), ai (pandai), oi (amboi). Penggabungan dua huruf menjadi satu fonem yang seperti itu belum tentu terdapat dalam bahasa Inggris atau bahasa-bahasa Eropa. Dalam bahasa Sunda ada vokal eu (peuyeum, baheula) yang dalam bahasa Indonesia justru tidak ada. Jadi setiap bahasa diwujudkan dan diwakili oleh lambang atau tanda yang ditentukan oleh kesepakatan atau konvensi masyarakat bahasa bersangkutan.
d. Bahasa sebagai Satuan lambang yang bermakna
Bahasa menggunakan sistem lambang yang bermakna dan maknanya dapat dipahami oleh masyarakat bahasa yang bersangkutan. Perhatikan contoh berikut yang melanggar konsep ”sistem lambang yang bermakna dan maknanya dapat dipahami masyarakat bahasa yang bersangkutan.”
- M4U K3M4N@
e. Bahasa sebagai sistem lambang yang konvensional
Bahasa menggunakan sistem lambang yang maknanya ditentukan dan atas dasar konvensional. Masyarakat di beberapa wilayah di Nusantara mempunyai bahasa dengan aksaranya sendiri, misalnya masyarakat Bali, Bima, Dayak, Jawa, Lampung, Sunda, dan lain-lain.
f. Bahasa sebagai sistem lambang yang arbitrer
Bahasa pada dasarnya merupakan sistem yang bersifat arbitrer, manasuka. Artinya, sejumlah anggota masyarakat tertentu bebas menyepakati bahasanya dengan sistem lambangnya sendiri tanpa harus sama dengan sistem lambang masyarakat lain yang maknanyapun tidak harus sama atau dimiliki oleh bahasa lain.
Contoh:
- Pohon (Indonesia), wit (Jawa), tangkal (Sunda), tree (Inggris)
g. Bahasa sebagai sistem lambang yang bersifat produktif
Bahasa yang menggunakan system lambing dengan jumlah sangat terbatas dapat menghasilkan satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas.
Contoh: a, t , b, u
h. Bahasa sebagai sistem lambang yang unik
Bahasa mempunyai sistem dan kaidahnya sendiri yang khas yang tidak harus ada dan dimiliki oleh sistem dan kaidah bahasa yang lain. Sebut saja mislanya, huruf ng, ny, kh, sy, au, ai, oi dalam bahasa Indonesia, eu dalam bahasa Sunda dan Aceh. Bukankah sejauh ini—dalam bahasa Indonesia—sistem tanda seperti itu tidak kita jumpai
i. Bahasa sebagai sistem lambang yang bersifat universal
Sistem dan kaidah bahasa tertetu, sangat mungkin dimiliki dan ada persamaanya dengan sistem dan kaidah bahasa yang lain, misalnya apa yang dimaksud dengan kata benda, kata sifat, kata kerja, atau kata keterangan. Bukankah dalam hampir semua bahasa di dunia dikenal juga kata benda, kata sifat, kata kerja, dan lain-lain.
2. Fungsi dan Ragam Bahasa
Manusia adalah makhluk berbahasa. Ia tidak dapat melepaskan diri dari bahasa. Jika tetap ingin bertahan dalam kehidupan sosialnya, ia mesti menggunakan bahasa. Tanpa itu, ia akan kerdil, menyendiri, dan hidup di tengah makhluk bukan manusia. Sejak lahir manusia sudah masuk ke dalam dunia bahasa. Mula-mula ia mencoba memahami perangkat bahasa (kosakata) yang paling dekat dengan dirinya. Kemudian belajar mengenal benda-benda di sekitanya. Sejalan dengan perkembangan usia dan daya pikirnya, pengenalan tentang dunia sekitar menjadi pengetahuan dan sekaligus menandainya melalui kemampuannya berbahasa. Lambat-laun ia pun mengenal dan memahami bahasa mulai dari kosakatanya yang paling sederhana yang menyangkut kosakata benda-benda di sekitarnya sampai kosakata yang abstrak dan berada di luar lingkungannya.
Ketika manusia menyadari, betapa penting bahasa dalam kehidupan, ia pun dapat menangkap adanya sejumlah fungsi yang melekat dalam bahasa, yakni alat bekerja sama dan berkomunikasi, alat ekspresi, alat adaptasi dan integrasi, dan alat kontrol social. Beberapa di antara fungsi bahasa itu adalah berikut ini.
1. Alat bekerja sama dan berkomunikasi
Manusia, betapapun idividualisnya, tetap memerlukan manusia lain ketika hidup dalam sebuah komunitas. Ketergantungan satu dengan yang lain dan adanya kesadaran untuk hidup saling menolong atau bekerja sama menyebabkan manusia dalam komunitas itu membentuk satu kelompok manusia. Kelompok itulah yang kemudian disebut masyarakat. Jadi, manusia sebagai makhluk yang hidup di tengah masyarakat tidak mungkin dapat hidup secara wajar tanpa kerja sama sosial. Kerja sama antaranggota masyarakat hanya dapat tercipta secara baik jika komunikasi di antara mereka. Komunikasi hanya mungkin dapat berjalan dengan baik jika dilakukan lewat bahasa. Contoh: proses belajar-mengajar, transaksi jual-beli di pasar, menjalin hubungan dengan sesama, dan lain-lain.
2. Alat ekspresi
Manusia dapat mengungkapkan gagasan dan emosinya secara lebih baik melalui bahasa. Karya sastra merupakan contoh bahasa sebagai alat ekspresi. Ia akan menjadi saluran yang baik dalam mengeluarkan segala bebam perasaan dan pikiran. Bagaimanapun, melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan segala bentuk ekspresi perasaan dan pikirannya. Contoh: ungkapan senang, sedih, menulis catatan dibuku harian, dan lain-lain.
3. Alat identifikasi
Bahasa menjadi alat atau media bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan jati diri. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengungkapkan jati diri, identitas, agama atau sikap hidupnya, agar orang lain mengetahui dirinya, asal-usulnya, agamanya, dan segala yang berkaitan dengan identitas dirinya, jika tidak menyampaikannya lewat bahasa. Contoh: perkenalan, menyampaikan asal-usul
4. Alat adaptasi dan integrasi sosial
Menjalin hubungan antaretnis atau antarbangsa dan usaha memahami kultur masing-masing dapat dilakukan mula-mula lewat pemahaman dan penguasaan bahasa. Contoh: menyesuaikan diri dan hidup di tengah lingkungan masyarakat lain memaksa seseorang harus beradaptasi sosial. Kemampuan beradaptasi ini memungkinkan ia menyatu dan berintegrasi dengan lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
5. Alat kontrol sosial
Sesorang atau lembaga dapat melakukan kontrol atau pengawasan yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau publik. Pemberitaan di suratkabar atau media elektronik sebenarnya termasuk bagian dari usaha melakukan kontrol sosial. Oleh karena itu, agar masyarakat dapat mengetahui dan memahaminya, diperlukan informasi mengenai apa pun. Hal tersebut tidak mungkin dapat dilakukna tanpa bahasa yang menjadi alatnya. Maka, melalui bahasa itulah, kontrol sosial dapat dilakukan.
Contoh pemanfaatan bahasa sebagai alat kontrol sosial yakni iklan layanan masyarakat, ceramah agama, surat pembaca.
3. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
a. Bahasa yang Baik
Bahasa indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, tempat arisan, dan lain-lain hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resma dan formal, seperti dalam kuliah, seminar, sidang DPR, dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resma dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
b. Bahasa yang Benar
Bahasa indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, pembentukan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, dan penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan seksama, dan penataan penalaran ditaati dengan consisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak baku.
c. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
4. Keterampilan Berbahasa
Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan berbahasa yang diperolehnya sedari kecil. Kemampuan berbahasa yang secara umum sering disebut “keterampilan berbahasa” oleh para ahli bahasa, dibagi dalam empat komponen, yakni: (a) keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills) (Tarigan, 1987:1). Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: berawal dari menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
Selanjutnya setiap keterampilan itu erat berhubungan dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbicara, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir Tarigan, 1987:1).
Melihat uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa cara pikir seseorang sangat erat hubungannya dengan tata bahasanya. Semakin sering seseorang membiasakan atau melatih dirinya untuk berbicara di depan umum, maka kebiasaan tersebut akan memudahkannya untuk merangkai setiap isi dari apa yang akan disampaikannya. Setidaknya hal yang disampaikannya mudah dimengerti oleh umum dan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.
Keterampilan menyimak
Keterampilan menyimak seperti yang tertera di paragraf atas—kemampuan mendegarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diutarakan—dibacakan atau diucapkan orang lain. Keterampilan menyimak ini adalah keterampilan yang paling utama didapat oleh seorang anak. Dalam tahap ini, seorang anak menyimak apa yang didapat atau didengarnya dalam lingkungan sosialnya—rumahnya.
Keterampilan menyimak ini memfokuskan pada ketajaman indera pendengaran—kekuatan daya ingat—dan kosentrasi seorang anak. Dalam hal ini, menyimak tidak saja berfokus dengan apa yang didengar oleh seorang anak, melainkan dengan apa yang dilihat oleh seorang anak. Keterampilan menyimak tidak saja dapat dilatih dengan hanya mendengar, tetapi juga bisa dilatih dengan melihat lingkungan sekitar.
Keterampilan berbicara
Berbicara bisa dikatakan sebuah proses awal seorang anak ”berproduksi”, karena pada tahap ini, setelah seorang anak melatih dan membiasakan indra pendengarannya untuk menyimak, maka dalam tahap ini, seorang anak akan mengahasilkan bunyi dari lambang bahasa. Keterampilan berbicara adalah kemampuan melafakan atau mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran , gagasan dan perasaan. Keterampilan berbicara ini berfokus kepada bagaimana seorang anak melatih artikulasinya dalam menghasilkan bunyi bahasa. Bermula dari pelafalan vokal dan kata. Walau belum sampai ke tahap membaca, seorang anak pada tahap ini biasanya sudah bisa mengeja sendiri huruf-huruf namanya sendiri atau huruf nama orang tuanya.
Keterampilan membaca
Setelah dimulai pada tahap berbicara, dengan ditandai adanya kemampuan untuk mengeja huruf-huruf namanya sendiri—seorang anak akan memasuki tahap berikutnya—tahapan membaca. Keterampilan membaca dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk melihat lambang tulis serta mengubah lambang tulis tersebut ke dalam bunyi bahasa. Bunyi bahasa dalam hal ini adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat bunyi manusia (artikulasi) dan dimengerti oleh umum.
Keterampilan menulis
Keterampilan menulis adalah keterampilan paling akhir yang harus dikuasai oleh seorang anak. Pada tahap ini, seorang anak diharapkan dapat menyampaikan gagasan berupa fakta, data atau hasil pemikiran dengan maksud untuk menerangkan atau menyakinkan pembaca dalam bentuk lambang tulis. Kegiatan menulis tak akan pernah lepas dari ketiga keterampilan pendahuluanya (menyimak, berbicara dan membaca). Dari proses menyimak apa yang dilihatnya, seorang anak akan mengeja dan melafalkan apa yang dilihatnya dengan keterampilan membacanya. Dari hasil pencitraannya tersebut, seorang anak akan dilatih untuk menuangkan apa yang didapatnya dari ketiga keterampilan sebelumnya dalam bentuk tulisan—yang menggambarkan pikirannya.
5. Berpikir dan berbahasa ilmiah
Berpikir dapat diartikan sebuah kegiatan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan (Kamus Besar B.I, 2003:872). Kegiatan berpikir ini melibatkan peranan otak sebelah kanan yang mempengaruhi tindak—tanduk seorang anak. Dalam hubungannya dengan keterampilan berbahasa, berpikir berfungsi sebagai wadah untuk meracang bunyi konsep bahasa. Berbahasa yang dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk menggunakan bahasa; sopan santun; tahu adat—tak akan bisa lepas dari peranan berpikir. Lalu bagaimana dengan ilmiah?
Berpikir ilmiah adalah kegiatan berpikir melalui proses belajar dan latihan serta bersifat ilmu; disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Sedangkan berbahasa ilmiah lebih merujuk ke suatu proses yang digunakan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa umum yang baku dan bersifat ilmu. Tarigan (1987:1) mengutarakan betapa dekatnya pengaruh berpikir dan berbahasa dalam proses pembelajaran seorang anak. Kedekatan itu digambarkan bahwa bahasa adalah cermin dari pikiran seorang anak. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pikiran seorang anak. Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan banyak berlatih. Melatih keterampilan berbahasa berati pula melatih keterampilan berpikir.
Hubungan keterampilan berbahasa dengan keterampilan berpipkir dapat kita lihat pada pola di bawah ini:
IV. Ciri bahasa ilmiah
Bahasa dapat digolongkan dalam kriteria bahasa yang ilmiah karena di dalamnya tidak mengandung makna ganda atau ambigu. Apa yang akan disampaikan terdefinisi secara tepat dan baku agar tidak menimbulkan kerancuan. Bahasa ilmiah diharapkan dapat mendefinisikan secara tepat istilah dan pengertian yang berkaitan dengan suatu penelitian, agar tidak menimbulkan kerancuan.
Contoh:
”tulisan ini (dilakukan dengan maksud untuk) membahas kecenderungan teknologi informasi menjelang abad ke-21.”
“tulisan ini membahas kecenderungan tekknologi informasi menjelang abad ke-21.”
Catatan: kata-kata yang didalam kurung sebaiknya dihilangkan.
Referensi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). 2002. Buku Pendoman Fakkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan [diktat]. Indralaya: FKIP Universitas Sriwijaya.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Berbicara: sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (ed). 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Post a Comment