Kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan merupakan tantangan, terutama yang sebagian besar terdapat dalam benak dan perilaku para individu berupa tacit knowledge. Tantangan inilah yang menjadi salah satu pendorong penerapan manajemen pengetahuan dalam organisasi. Implementasi manajemen pengetahuan dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat menjaga pengetahuan yang dimiliki tetap terpelihara dan senantiasa tersedia untuk dipelajari karyawan yang membutuhkan.
Manajemen pengetahuan digambarkan sebagai pengembangan alat, proses, sistem, struktur, dan kultur yang secara implisit dapat meningkatkan kreasi, penyebaran, dan pemanfaatan pengetahuan yang penting bagi pengambilan keputusan.
Knowledge Transfer International (KTI) (dalam Sangkala, 2007:7) mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing”. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif.
Definisi manajemen pengetahuan (knowledge management) menurut Hafez dan Abdelmeguid (dalam Satyagraha, 2010:32) adalah sebagai berikut:
“Knowledge management is any process or practice of creating, aquiring, capturing, sharing, and using knowledge, wherever it resides, to enchance learning and performance in organisations.”
“Manajemen pengetahuan adalah suatu proses atau praktek menciptakan, mendapatkan, menangkap, membagi, dan menggunakan pengetahuan dimanapun pengetahuan itu berada untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi.”
Sedangkan Horwitch dan Armacost (dalam Sangkala, 2007:6)
mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis”.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses menciptakan, mendapatkan, menyimpan, membagi, dan menggunakan pengetahuan secara terkendali untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam mendukung strategi bisnis.
Komponen Manajemen Pengetahuan
Menurut Nawawi (2012:10) diperlukan empat komponen dalam merancang sistem manajemen pengetahuan yang dapat membantu organisasi untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu:
- Aspek manusia; disarankan pada organisasi untuk menunjuk/memperkerjakan seorang document control atau knowledge manager yang bertanggung jawab mengelola sistem manajemen pengetahuan dengan cara mendorong para karyawan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan pengetahuan mereka, mengatur file, menghapus pengetahuan yang sudah tidak relevan, dan mengatur sistem reward/punishment.
- Proses; telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep model SECI dalam pelaksanaannya.
- Teknologi; telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang berjalannya sistem manajemen pengetahuan yang efektif.
- Isi (content); telah dirancang content dari sistem manajemen pengetahuan, yaitu berupa database knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Perspektif Manajemen Pengetahuan
Dalam konsep manajemen pengetahuan terdapat tiga perspektif manajemen pengetahuan menurut Alavi dan Liender (dalam Satyagraha, 2010:33), yaitu perspektif berbasis informasi, perspektif berbasis teknologi, dan perspektif berbasis budaya.
Dalam perspektif berbasis informasi, manajer berpandangan bahwa manajemen pengetahuan terkait dengan karakteristik informasi, seperti adanya informasi yang mudah dibaca, informasi real-time, dan informasi yang berguna untuk tindakan. Termasuk dalam perspektif ini adalah para manajer menaruh perhatian dalam mengurangi informasi yang berlebih dengan memilah mana yang berguna dan tidak berguna, dan menyediakan sejumlah besar informasi yang berguna untuk disimpan dan disebarkan melalui teknologi informasi. Para manajer mengharapkan mendapatkan keunggulan kompetitif dari informasi yang mereka miliki.
Dalam perspektif berbasis teknologi, manajer mengasosiasikan manajemen pengetahuan dengan berbagai sistem (seperti gudang data, enterprise wide systems, sistem informasi eksekutif, sistem pakar, dan intranet) dan juga berbagai perangkat (seperti mesin pencari, multimedia, dan perangkat pengambil keputusan). Secara umum perspektif ini memandang manajemen pengetahuan sebagai infrastruktur teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem lintas fungsi. Keefektifannya tergantung pada ukuran organisasi dan infrastruktur teknis yang ada.
Dan yang terakhir, perspektif berbasis budaya. Dalam perspektif ini manajer mengasosiasikan manajemen pengetahuan dengan pembelajaran (utamanya pembelajaran organisasi) komunikasi, dan pengembangan kekayaan intelektual. Alavi dan Liender (dalam Satyagraha, 2010:34) mengemukakan bahwa perspektif ini merupakan yang utama dalam memandang manajemen pengetahuan.
Dimensi Manajemen Pengetahuan
Dimensi penerapan manajemen pengetahuan dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Davidson dan Foss (dalam Satyagraha, 2010:39) yang digambarkan dalam empat fase seperti berikut ini:
1. Fase Identifikasi (Identify)
Mengidentifikasi apa yang telah diketahui untuk memulai manajemen pengetahuan. Ini termasuk pengetahuan yang ada dipikiran/benak setiap karyawan, laporan dan pustaka organisasi, kumpulan data dalam organisasi, dan para supplier dan pelanggan organisasi.
2. Fase Refleksi (Reflection)
Membuat simpanan (persediaan) dari pengetahuan yang sudah dimiliki. Kegiatan ini memberikan kesempatan untuk mengubah tacit knowledge karyawan menjadi explicit knowledge dan menyimpulkan pengetahuan yang sudah ada ke dalam bentuk yang mudah dibagikan.
3. Fase Berbagi (Share)
Membuat sistem yang bertujuan membuat pengetahuan yang ada dimanapun dalam organisasi dapat tersedia dan tersalurkan kemanapun pengetahuan itu dibutuhkan.
4. Fase Penggunaan (Apply)
Saat suatu pengetahuan menawarkan perbaikan kinerja organisasi maka organisasi akan menerapkannya dan menciptakan sistem yang menyertakan pengetahuan tersebut dalam prosedur kerja sehari-hari. Hal ini pada akhirnya akan mengubah pengetahuan menjadi modal struktural.
Post a Comment