News Update :
Home » , » KONSEP HARGA YANG ADIL

KONSEP HARGA YANG ADIL

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Wednesday, January 15, 2014 | 7:31 AM

KONSEP HARGA YANG ADIL : Islam sangat menjunjung tinggi keadilan (al ‘adl/justice), termasuk juga dalam penentuan harga. Terdapat beberapa terminologi dalam bahasa Arab yang maknanya menuju kepada harga yang adil ini, antara lain: si’r al mithl, thaman al mithl dan qimah al adl. Istilah qimah al adl (harga yang adil) pernah digunakan oleh Rasulullah s.a.w dalam mengomentari kompensasi bagi pembebasan budak, di mana budak ini akan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil atau qimah al adl (Sahih Muslim). Penggunaan istilah ini juga ditemukan dalam laporan tentang khalifah Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib. Umar bin Khatab menggunakan istilah harga yanga dil ini ketika menetapkan nilai baru atas diyah (denda/uang tebusan darah), setelah nilai dirham turun sehingga harga-harga naik (Ibnu Hanbal)

Istilah qimah al adl juga banyak digunakan oeh para hakim yang telah mengkon­difikasikan hukum Islam tentang transaksi bisnis – dalam obyek barang cacat yang dijual, pere­butan kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang timbunannya, mem­buang jaminan atas harta milik, dan sebagainya. Secara umum mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang dibayar untuk obyek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat diserahkan. Mereka juga sering menggunakan istilah thaman al mithl (harga yang setara/equivalen price) (Nujaim, 1980, h.362).

Meskpun istilah-istilah di atas telah digunakan sejak masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, tetapi sarjana muslim pertama yang memberikan perhatian secara khusus adalah Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah sering menggunakan dua terminologi dalam pembahasan harga ini, yaitu ‘iwad al mithl (equivalen compensation/kompensasi yang setara) dan thaman al mithl (equivalen price/harga yang setara). Dalam al Hisbah-nya ia mengatakan: “kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi keadilan (nafs al adl). Di manapun ia membedakan antara dua jenis harga, yaitu harga yang tidak adil dan terlarang serta harga yang adil dan disukai. Dia mempertimbang­kan harga yang setara ini sebagai harga yang adil.

Dalam Majmu fatawa-nya Ibnu Taimiyah mendefinisikan equivalen price sebagai harga baku (s’ir) di mana penduduk menjual barang-barang mereka dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang khusus. Sementara dalam al Hisbah ia menjelaskan bahwa eqivalen price ini sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas – kompetitif dan tidak terdistorsi - antara penawaran dan permintaan. Ia mengatakan, “Jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang normal (al wajh al ma’ruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tak adil, kemudian harga itu meningkat karena pengaruh kekurangan persediaan barang itu atau meningkatnya jumlah penduduk (meningkatnya permintaan), itu semua karena Allah. Dalam kasus seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga khusus merupakan paksaan yang salah (ikrah bi ghairi haq) 

Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab ia adalah cerminan dari komitmen syariah Islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualannya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya (Islahi, 1997, h.101-102). 

Konsep harga yang adil yang didasarkan atas konsep equivalance price jelas lebih menunjukkan pandangan yang maju dalam teori harga dibandingkan dengan, misalnya, konsep just price. Konsep just price hanya melihat harga dari sisi produsen sebab mendasarkan pada biaya produksi saja. Konsep ini jelas kurang memberikan rasa keadilan dalam perspektif yang lebih luas, sebab konsumen juga memiliki penilaian tersendiri atas harga suatu barang. Dalam situasi normal equivalence price ini dapat dicapai melalui mekanisme pasar yang bebas. Itulah sebabnya, syariah Islam sangat menghargai harga yang terbentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger