News Update :
Home » » Teori Sosiologi Makro

Teori Sosiologi Makro

Penulis : Unknown on Wednesday, August 7, 2013 | 4:40 AM

Teori Sosiologi Makro 
1. Teori Struktural Fungsional 
Melihat masyarakat sebagai sistem yang senantiasa dalam keadaan seimbang. Proses sosial bersifat kontinew dengan mengembangkan keselarasan. 

Tokoh Talcot Person dan Robert K. Merton 
Teori fungsionalisme struktural mengambil basis teoritis dari teori stratifikasi sosial yang diperkenalkan oleh Kingsley davis dan Wilbert Moore (1945). Namun dalam perkembangannya teori ini telah mengalami kemerosotan khususnya pada empat dekade terakhir dan akhirnya hanya bermakna historis. Teori struktural fungsional Talcot Person dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistim ”tindakan” yang disebut dengan AGIL. 1. Adaptation (adaptasi). 2. Goal attainment (pencapaian tujuan). 3 Integration (integrasi), 4. Latency (pemeliharaan pola). 

Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton 
Postulat tentang kesatuan masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk individu oleh masyarakat. Postulat tentang fungsionalisme universal, bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif. Postulat tentang indispensability, bahwa semua aspek masyarakat yang sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan. 

2. Teori Konflik 
Perbedaan cara pandang dan kepentingan masyarakat yang sangat kompleks menyebabkan terjadinya pertentangan dan perubahan proses sosial yang identik dengan proses perjuangan yang terus-menerus menuju sasaran. 

Mengasumsikan sebuah konflik dalam masyarakat tercipta dengan adanya keinginan-keinginan untuk berkompetisi antar individu dan kelompok. Konflik merupakan fenomena yang senantiasa ada dalam kehidupan sosial Hasilnya: masyarakat senantiasa ada dalam perubahan yang terus-menerus. Konflik terjadi karena sesuatu yang berharga dalam masyarakat tidak terdistribusi secara merata dan adil. Beberapa ahli berpendapat: sebelum sistem ekonomi dan politik masyarakat berubah, reformasi pendidikan tidak akan terwujud. Konflik Menunjuk pada perjuangan yang dilakukan setiap anggota masyarakat untuk mempertahankan, meningkatkan, dan menjaga posisi sosial mereka. Konflik bukanlah proses destruktif (merusak). 

3. Teori Marxian 
Peletak dasar bagi teori konflik pada kesenjangan dan eksploitasi terhadap kondisi sosial para pakerja. Kelompok “si kaya” dan “si miskin” yang bersaing dalam masyarakat merupakan situasi ketegangan yang ajeg, yang dapat mengarah pada kemungkinan adanya perlawanan. 

Karl marx merupakan salah satu penganut aliran marxisme. Ia adalah keturunanYahudi yang dilahirkan di Jerman pada tahun 1818 dan meninggal dunia pada tahun 1883. 

Karl marx mengemukakan pendapatnya tentang manusia, bahwa manusia baginya adalah seseorang yang tidak berarti apa-apa. Arti manusia dikaitkan dengan masyarakat. Masyarakat harus berkembang, dan perkembangan masyarakat disebut sebagai sejarah. Menurut Marx yang menjadi dorongan perkembangan masyarakat adalah yang menjadi dorongan jalan sejarah yaitu kekuatan materia yang ada di dalam masyarakat itu. Konsep ini juga memperjelas bahwa Marx sangat membedakan antara manusia dengan binatang. Perbedaan ini terletak pada cara atau usaha dalam mencapai keperluan hidupnya. Manusia dalam mencapai keperluan hidupnya harus mencari dan menggunakan alat (Poedjawijatna, 1983:168). 

Asumsi dasar pemikiran Karl Marx adalah bahwa kepentingan manusia adalah untuk mempertahankan materi. Pandangan Marx yang agak ekstrem determinase sosial atas tingkah laku individu, bahwa manusia pada hakekatnya mengejar kepentingannya sendiri. Marx percaya bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi egois atau tidak egois bergantung dari sifat hubungan-hubungan tempat ia lahir atau dimana ia berada (Mof, 1997:1). 

Menurut Marx (dalam Lawang, 1986:120) kehidupan individu dan masyarakat kita didasarkan pada asas ekonomi. Antara lain berarti bahwa institusi-instritusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni, keluarga, dan sebagainya, bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi. Hal ini berarti juga bahwa institusi-institusi ini tidak dapat berkembang dengan tuntutan-tuntutan system ekonomi. Pendirian dan pemeliharaan perpustakaan dan museum sebagai tempat menyimpan ciptaan-ciptaan budaya, berhasilnya suatu tim atletik, terwujudnya suatu kebijakan politik, kesenangan keluarga dalam suatu perjalanan liburan, suatupenelitian seorang ilmuwan, semua ini dan kegiatan lain yang tidak terbilang jumlahnya tidak dapat dilaksanakan tanpa sumber materiil yang diperoleh lewat kegiatan ekonomi. 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Karl Marx berorientasi pada materi. Karl marx tidak mengakui adanya kebebasan individu, tetapi kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite yang mengatas namakan rakyat banyak. Paham ini menurt saya kurang cocok apabila dimplikasikan pada pendidikan di Indoneia karena paham yang dianut Karl Marx berbeda dengan paham yang dianut Indonesia yaitu pancasila. 

Oleh karena itu, pandangan Karl Marx tidak sesuai apabila diterapkan di Indonesia, karena Indonesia menganut filosofi manusia yang memandang manusia secara utuh. Bahkan Indonesia telah jelas-jelas menolak pandangan atau pendirian materialisme. Hal tersebut tertuang dalam pandangan hidup Pancasila yang dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945, dan GBHN yang dituangkan dalam Tap. No. IV/MPR/1973 dan IV/MPR/1978 dengan poin-poin pendirian sebagai berikut: 
  • Kita menolak pendirian materialisme, yang menganggap manusia sebagai materi semata-mata. 
  • Kita juga tidak dapat menerima visi Plato dengan dualismenya. 
  • Pendapat Aristoteles bahwa jiwa manusia akan musnah pada saat kematian manusia tidak sesuai dengan pendapat kita. 
Kita menegaskan bahwa manusia itu makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, manusia itu makhluk jasmani maupun rohani (Budiman, dkk. 1986:124). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia sangat menentang pendapat Karl Marx. Bahkan pendapat Karl Marx apabila diterapkan pada pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3. 

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Karl Marx sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia, khususnya dibidang pendidikan. Sebab, tujuan pendidikan di Indonesia bukan untuk memperoleh material belaka tetapi untuk membentuk manusia seutuhnya yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger