News Update :
Home » » Ciri-Ciri Hukum

Ciri-Ciri Hukum

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Friday, October 11, 2013 | 3:41 AM

Ciri-Ciri Hukum
1 Ciri-Ciri Hukum Represif
Setiap aturan hukum berpotensi represif, karena dalam hal tertentu dia sangat terikat pada status quo dan selalu tampil sewenang-wenang agar kekuasaan bisa efektif. Karena itu ciri-ciri hukum yang represif adalah sebagai berikut :
  1. Lembaga-lembaga hukum secara langsung mempunyai akses kepada kekuasaan politik, sehingga hukum diidentifikasikan dengan negara.
  2. Perhatian utama para pejabat hukum adalah bagaimana melestarikan kekuasaan.
  3. Para aparat hukum yang khusus, seperti polisi, memiliki kekuasaan yang independen, terisolasi dari konteks sosialnya, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kekuasaannya.
  4. Penguasa memiliki hukum ganda, yaitu dengan melembagakan keadilan kelas ( class justice ) dan melegitimasi pola-pola subkordinasi sosial.
  5. Hukum pidana mencerminkan dominasi kekuasan dan dilestarikannya moralisme hukum.
Menurut Philip Nonet dan Philip Selznick dalam bentuknya yang jelas dan sistematis, hukum represif menunjukkan karakter-kerakter berikut ini  :
  1. Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuatan politik; hukum diidentifikasikan sama dengan negara dan disubkordinasikan pada tujuan negara ( raison d'etat ).
  2. Langgengnya sebuah otoritas merupakan urusan yang paling penting dalam administrasi hukum. Dalam ”perspektif resmi” yang terbangun, manfaat dari keraguan ( the benefit of the doubt ) masuk ke sistem, dan kenyamanan administratif menjadi titik berat perhatian.
  3. Lembaga-lembaga kontrol yang terspesialisasi, seperti polisi, menjadi pusat-pusat kekuasaan yang independen; mereka terisolasi dari konteks sosial yang berfungsi memperlunak, serta mampu menolak otoritas politik.
  4. Sebuah rezim ”hukum berganda” ( ”dual law” ) melembagakan keadilan berdasarkan kelas dengan cara mengkonsolidasikan dan melegitimasi pola-pola subkordinasi sosial.
  5. Hukum pidana merefleksikan nilai-nilai yang dominan; moralisme hukum yang akan menang.
Sebelum diuraikan lebih lanjut ciri-ciri hukum yang represif, maka perlu dijelaskan dulu istilah ”keadilan kelas” ( class justice ) dan ”moralisme hukum”. Gagasan tentang ”class justice” memberi jalan kepada hukum untuk melegitimasi dan secara paksa melembagakan ”class justice”. Hal itu disebabkan ada integrasi hukum dan politik yang erat dalam bentuk subordinasi langsung lembaga-lembaga hukum dengan elit-elit publik dan privat yang memerintah. Hukum merupakan alat yang dapat dibengkokkan yang siap sedia berkonsolidasi dengan kekuasaan dan menjaga privatisasi. Selanjutnya, diskresi pejabat merupakan sesuatu yang tak terhindarkan yang segera menghasilkan dan merupakan jaminan bagi penyalahgunaan hukum untuk kekuasaan. Sebaliknya ”moralitas hukum” tidak cocok dengan moralitas komunal dimana sebuah komunitas mempunyai moralitasnya sendiri yang harus dipertahankan dan dipelihara. Namun moralitas hukum mencoba untuk membuat modelnya sendiri dalam sebuah lembaga yang akan membedakannya dengan anggota lain yang bukan termasuk dalam lembaga yang bersangkutan. Model-­model itu bisa berupa nilai-nilai khusus yang harus dikejar oleh lembaga yang bersangkutan sehingga bisa dijadikan aturan perilaku bagi para anggotanya dan sekaligus menentukan bagaimana perilaku yang benar itu dan mana pula yang tidak benar. Tujuannya agar dapat membimbing perilaku manusia secara efektif.

Selanjutnya, dijelaskan pula ciri-ciri hukum yang represif, Pertama, norma menjadi tujuan bagi dirinya sendiri, bukan sebagai sarana sebagaimana yang dipahami selama ini. Kedua, norma itu tampaknya tidak cukup kuat berlaku bagi penguasa. Norma itu berlaku untuk orang-orang kecil. Ketiga, apabila terjadi diskresi, maka hal itu dilakukan semata-mata berdasarkan selera penguasa atau pejabat hukum yang bersangkutan, dan bukan dalam kerangka mencari kebenaran materiil, Keempat, pelaksanaan norma dilaksanakan dengan cara paksaan yang pada gilirannya sulit dikontrol, karena tidak ada batasan yang jelas. Kelima, hukum disubkordinasikan langsung pada politik kekuasaan, sehingga hukum lalu menjadi produk kekuasaan. Dengan demikian hukum benar-benar menjadi instrumen kekuasaan untuk menekan atau melegitimasi kekuasaan. Keenam, pelanggaran terhadap norma dianggap sebagai penyimpangan dan karena itu harus diberi sanksi. Ketujuh, tidak dimungkinkannya kritik terhadap norma, karena itu sama artinya dengan tidak loyal kepada kekuasaan. Ciri-ciri hukum yang represif seperti ini didasarkan pada praktik-praktik penegakan hukum secara empiris oleh penguasa negara di berbagai negara setelah ”rule of law” telah disepakati sebagai rules yang mempedomani perilaku manusia, baik penguasa, rakyat ataupun masyarakat. Namun seperti pada awal mulanya hukum itu dibentuk bertujuan untuk mencegah kesewenang­-wenangan oleh para penguasa yang lain di zaman ”ancient regime”, maka Nonet dan Selznick mencoba menamai hukum yang demikian sebagai hukum yang otonom.

2. Ciri-Ciri Hukum yang Otonom
Yang dimaksud Nonet dan Selznick dengan hukum yang otonom adalah hukum yang lepas sama sekali dari kekuasaan dan aturan-aturan hukum menjadi sumber untuk mencegah terjadinya respresif oleh penguasa. Dalam sejarah hal ini telah dibuktikan oleh apa yang disebut “rule of law” di mana lembaga-lembaga hukum memperoleh cukup kewenangan untuk menetapkan standar-standar pembatasan terhadap pelaksanaan kekuasaan.
Karena itu untuk mengenali hukum yang otonom, maka ciri-cirinya sebagai berikut :
  1. Hukum terpisah dari politik, kebebasan peradilan terjamin, ada permisahan yang tegas antara fungsi yudisial dan legislasi;
  2. Aturan hukum menentukan ruang lingkup tanggung jawab pejabat yang berkuasa dan pada waktu yang sama pula lembaga-lembaga hukum sangat dibatasi kewenangannya untuk bertindak sesuai dengan kreativitasnya. Kemudian aksesnya ke ranah politik menjadi sangat terbatas;
  3. Prosedur merupakan jantungnya hukum. Aturan hukum merupakan tujuan utamanya, bukan keadilan substantif;
  4. Kepercayaan kepada hukum dimengerti sebagai kepatuhan yang ketat terhadap aturan-aturan hukum positif hukum yang otonom berpusat pada hakim dan terikat pada aturan. Hakim menjadi simbol aturan-aturan hukum dan bukan pada polisi atau para pembuat UU.
Bila dicermati ciri-ciri hukum yang otonom di atas, maka beberapa catatan berikut ini akan sangat membantu untuk mengenali hukum yang otonom lebih jauh. Pertama, yang menjadi tujuan utama dari hukum yang otonom adalah meletakkan dasar-dasar yang jelas bagi siapa saja yang dilakukan penguasa kepada masyarakat. Demikian pula sebaliknya. Jadi tindakan apa pun yang dilakukan harus selalu didasarkan pada ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Kedua, dituntut kejujuran untuk melaksanakan ketentuan dan taat pada prosedur yang sudah ditetapkan, sehingga ketentuan yang ada mengikat, baik bagi yang berkuasa maupun bagi yang dikuasai. Ketiga, diskresi sama sekali tidak dimungkinkan karena semuanya sudah ditentukan oleh peraturan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, moral yang mendasari bekerjanya hukum yang otonom adalah ”moralitas konstitusi”. Atau dengan kata lain hukum yang otonom itu sangat UU oriented.

Dari gambaran hukum yang otonom seperti ini dapat dilacak di dalam pikiran Kelsen dengan teori hukum murninya. Seperti diketahui, teori ini pada dasarnya menekankan bahwa hukum sama sekali otonom dan berdiri sendiri dan keabsahan sebuah tindakan harus selalu dipahami dalam terminologi moral atau sistem norma dan nilai yang lain.

Pandangan ini tidak selalu bisa diikuti oleh setiap zaman. Hal ini disebabkan oleh adanya perkembangan dimana tuntutan masyarakat demikian cepat sementara hukum cenderung mengikuti dari belakang yang lama kelamaan hukum itu tak bisa akomodatif lagi dengan perkembangan zamannya. Menghadapi perkembangan yang demikian tak bisa lain dibutuhkan sebuah hukum yang bisa merespons keadaan yang berkembang di dalam masyarakat. Hukum yang demikian nampaknya lebih cocok mengakomodir kebutuhan masyarakat yang demikian cepat berubah dan berkembang. Karena itulah menurut Nonet dan Selznick hukum yang bisa merespons keadaan itu dinamakan hukum yang responsif.

Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger