News Update :
Home » » Konsep Tentang Hukum

Konsep Tentang Hukum

Penulis : kumpulan karya tulis ilmiah on Friday, October 11, 2013 | 3:28 AM

Konsep Tentang Hukum 
Sebelum jauh membicarakan tentang pembentukan hukum dan implementasinya, akan sangat berguna jika terlebih dahulu dipahami tentang konsep hukum, sehingga akan mampu memberikan pemahaman yang lebih utuh pengetahuan tentang hukum. 

Menurut Hart, HLA, bahwa hukum adalah merupakan sebuah konsep, dan menurut Soetandyo Wignyosoebroto tak ada konsep yang tunggal mengenai apa yang disebut hukum itu. Menurut pendapatnya dalam sejarah pengajian hukum tercatat sekurang-kurangnya ada 3 konsep hukum yang pernah dikemukakan orang, yaitu : 
  • hukum sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang ber­nilai universal, dan menjadi bagian inheren sistem hukum alam; 
  • hukum sebagai kaidah-kaidah dan positif yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, dan terbit sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang ber­legitimasi; dan 
  • hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional di da­lam sistem kehidupan bermasyarakat, baik dalam proses-­proses pemilihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-­pola perilaku yang baru.
Dijelaskannya pula, bahwa konsep tersebut (a) di atas ada ­konsep yang berwarna moral dan filosofis, yang melahirkan cabang kajian hukum yang amat moralistis. Konsep (b) jelas kalau konsep positivistis tidak hanya Aus­tinian juga yang pragmatik realis dan yang Neo-Kantian atau Kelselian yang melahirkan kajian-kajian Ilmu hukum positif. Konsep-konsep (c) adalah konsep so­siologik atau antropologik, yang kemudian melahirkan kajian-­kajian sosiologi hukum, antropologi hukum, atau cabang kajian yang akhir-akhir ini banyak dikenal dengan nama "hukum dan masyarakat”. Apa yang disebutkan terakhir inilah yang menjadi topik pembahasan tulisan ini. Selain itu, patut dicatat konsepsi-konsepsi hukum seperti apa yang diungkapkan di atas juga tidak mencakup dan dapat memasukkan seluruh konsepsi tentang hukum yang berlaku pada masa akhir-akhir ini. 

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dalam arti luas konsepsi hukum tidak hanya merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi meliputi pula lem­baga/institusi dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah dan asas-asas itu dalam kenyataan. Konsepsi ini dapat dinilai sebagai konsepsi yang kompromis­tis. 

Djojodigoeno mengajukan suatu konsepsi yang tidak memandang hukum sebagai rangkaian pengugeran, seperti pada tahun lima puluhan, tetapi sebagai rangkaian pengugeran ( normering ) tingkah laku dan perbuatan orang. Pengugeran ini ukurannya, ialah ”unsur-unsur yang me­nentukan cita-cita keadilan yang hidup dalam masyarakat” dan ”pengugeran” harus langsung dipergantungkan pada pe­rikatan-perikatan yang menentukan peragaan masyarakat dan nilai-nilai yang dijunjung rakyat dalam hubungan timbal balik dan saling menentukan. Selanjutnya dikatakan : 

“een onophoudelijk zich vernieuwend process van norme­ringen door een gemeenschap, rechtstreeks of door middel van hare gezagsorganen, van de voor zakelijk verhouding en relevante handelingan van hare leden, dat de zin heeft or­de, gerechtigheid en gezamelijke welvaart te funderen en te onderhouden”. 

(hukum adalah suatu proses pengugeran yang terus menerus memburu yang dilakukan oleh masyarakat se­cara langsung atau dengan perantaraan alat kekuasaannya, perihal perbuatan-perbuatan dalam hubungan pamrih (lugas) dan tindak laku dari anggota-anggotanya, yang mempu­nyai makna untuk memberi dasar dan mempertahankan ke­tertiban, keadilan dan kesejahteraan bersama).

A.A.G. Peters memandang hukum sebagai bagian dari masyarakat. Ia melihat di dalam hukum itu, di satu pihak endapan dari perbandingan kekuatan yang nyata dan kepentingan-kepentingan yang dominan, sedang di lain pihak juga aspirasi untuk keadilan dan legitimitasi. Ajaran ini mengkaji hukum dengan ukuran-ukuran yang dipergu­nakan oleh hukum itu sendiri. Ia hendak mengetahui sejauh mana di belakang bentuk juridis yang uni­versal tersembunyi isi yang khas, yang ditentukan oleh perbandingan kekuatan ( power relationship ) dan struktur ke­pentingan. Watak hukum yang sesungguhnya dapat dipahami dari aspirasi-aspirasi menuju hukum yang optimal, yang melekat pada asas-asas hukum, yang tertuju mengurangi kesewenang-wenangan penguasa dan melindungi hak­-hak asasi manusia.

Walaupun tiga pendapat yang disebutkan terakhir, tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu konsepsi mengenai hu­kum seperti yang dikemukakan oleh Soetandyo, tetapi kalau diteliti secara seksama ketiga pendapat tersebut ternyata hukum sebagai realita, masyarakat diberi penekanan secara khusus, sehingga tidak berlebihan bila dikatakan pendapat tersebut juga sebagai bentuk variasi daripada konsepsi hukum yang sosiologik. 

Bilamana berbicara tentang hukum dalam perspektif sosial, ada beberapa perspektif tentang ( fungsi ) hukum di dalam masyarakat. 
Antonie A.G. Peters mengemukakan ada tiga perspektif yaitu : 
  • Perspektif kontrol sosial dari hukum. Tinjauan demikian ini dapat disebut sebagai tinjauan dari sudut pandangan seseorang polisi terhadap hukum ( the policeman view of the law ). Untuk memahami fungsi hukum dalam perspektif ini dapat diajukan teori Emile Durkheim; 
  • Perspektif kedua dari fungsi hukum di dalam masyarakat ada­lah perspektif Social Engineering, merupakan tinjauan yang dipergunakan oleh para pejabat ( the official's perspec­tive of the law ) dan oleh karena pusat perhatiannya adalah apa yang diperbuat oleh pejabat penguasa dengan hukum, maka tinjauan ini kerapkali disebut juga the technocrat's view of the law. Yang dipelajari di sini adalah sumber-sumber kekuasaan yang dapat dimobilisasikan dengan menggunakan hukum sebagai mekanisme. Untuk memahami hukum dalam perspektif ini diajukan teori Max Weber mengenai hukum dan perubahan masyarakat. 
  • Perspektif yang ketiga adalah perspektif emansipasi masyarakat dari hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum ( the bottom's up view of law ) dan dapat pula disebut sebagai perspektif konsumen ( the consumer's perspective of the law ). Dengan perspektif ini di­tinjau kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan hukum sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat. Untuk memahami fungsi hukum dalam perspektif emansipasi masyarakat dari hukum, oleh Peters ditunjuk konsepsi yang dikemukakan oleh Philipe Nonet dan Philip Selznick mengenai hukum responsif.
Apa yang dikemukakan oleh Peters di atas masih dapat dipersoalkan lebih lanjut, misalnya berkena­an dengan konsepsi ”social engineering” kiranya tidaklah sesempit yang dikemukakan oleh 
Peters, karena seperti yang di­kemukakan oleh Soerjono Soekanto tentang social engineering merupakan cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu, yang mengan­dung makna hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Yang masih dapat dikaitkan dengan apa yang dikemukakannya di dalam tulisannya yang lain adalah salah satu fungsi hukum sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial ( law as a facilitation of social interaction ).

Atau seperti yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo di dalam disertasinya, bahwa hukum sebagai sarana social engineering adalah penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan atau untuk melakukan perubahan-perubahan yang diinginkan. Namun karena hal itu tidak perlu untuk diperdebatkan karena dalam tulisan ini hanya ingin menyoroti bagaimana pengem­bangan konsep sosiologik tentang hukum yang dikaitkan dengan salah satu perspektif yang diungkapkan oleh Peters. 

Pandangan yang dikemukakan di atas adalah senada pula dengan apa yang dikemukakan oleh Lawrence Rosen, seorang ahli sosiologi hukum dari Pronceton University, yang melihat adanya tiga dimensi penting pendayagunaan pranata-pranata hukum di dalam masyarakat yang sedang berkembang, yakni : 
  1. Hukum sebagai pencerminan dan wahana bagi konsep-konsep yang berbeda mengenai tertib dan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan pernyataan dan perlindungan kepentingan masyarakat. 
  2. Hukum dalam peranannya sebagai pranata otonom dapat pula merupakan pembatas kekuasaan sewenang-wenang, pendayagunaan hukum tergantung pada kekuasaan-kekuasaan lain di luarnya. 
  3. Hukum dapat didayagunakan sebagai sarana untuk mendukung dan mendorong perubahan sosial ekonomi. Namun di sini tidak tergambar kemungkinan berperannya hukum sebagai sarana penampung aspirasi masyarakat.
Share this article :

Post a Comment

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger