FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA GURU : Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan percerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak pada perubahan kinerja guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain :
1. Kepribadian dan dedikasi
Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat (dalam Djamarah SB, 1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadiannya. Lebih lanjut Zakiah Darajat (dalam Djamarah SB, 1994) mengemukakan bahwa faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian inilah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. Kepribadian adalah suatu cerminan dari citra seorang guru dan akan mempengaruhi interaksi antara guru dan anak didik. Oleh karena itu kepribadian merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya martabat guru.
Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Semakin baik kepribadian guru, semakin baik dedikasinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru, ini berarti tercermin suatu dedikasi yang tinggi dari guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Hal tersebut dipertegas oleh Drosat (1998) bahwa salah satu dasar pembentukan kepribadian adalah sukses yang merupakan sebuah hasil dari kepribadian, dari citra umum, dari sikap, dari keterampilan karena ini semua melumasi proses interaksi-interaksi manusia
Kloges (dalam Suryabrata, 2001) mengemukakan bahwa ada tiga aspek kepribadian yaitu : (1). Materi atau bahan yaitu semua kemampuan (daya) pembawaan beserta talent-talentnya (keistimewaan-keistimewaan nya), (2). Struktur yaitu sifat-sifat bentuknya atau sifat-sifat normalnya. (3). Kualitas atau sifat yaitu sistem dorongan-dorongan. Sedangkan Menurut Freud (1950), kepribadian terdiri tiga aspek yaitu :
2. Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999) bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3). Ilmu pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama di perguruan tinggi. (4). Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi tersebut menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.
Bila diperhatikan ciri-ciri profesi tersebut di atas nampaknya bahwa profesi guru tidak mungkin dikenakan pada sembarang orang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik. Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan keberhasilan profesi.
Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar memiliki pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi memiliki keterampilan tinggi, memiliki tingkah laku yang dipersyaratkan.
Pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu:
(1). Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri.; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa.; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu.
Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Tuntutan memenuhi standar profesionalisme bagi guru sebagai wujud dari keinginan menghasilkan guru-guru yang mampu membina peserta didik sesuai dengan tuntutan masyarakat, disamping sebagai tuntutan yang harus dipenuhi guru dalam meraih predikat guru yang profesional sebagai mana yang dijelaskan dalam jurnal Educational Leadership (dalam Supriadi D. 1998) bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal yaitu: (1). Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2). Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3). Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4). Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5). Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
3. Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Guru harus mampu menafsirkan dan mengembangkan isi kurikulum yang digunakan selama ini pada suatu jenjang pendidikan yang diberlakukan sama walaupun latar belakang sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda (Nasanius Y, 1998).
Aspek-aspek teladan mental guru berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran pelajar yang diciptakan guru. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. Agar guru mampu berkompetensi harus memiliki jiwa inovatif, kreatif dan kapabel, meninggalkan sikap konservatif, tidak bersifat defensif tetapi mampu membuat anak lebih bersifat ofensif (Sutadipura, 1994).
Penguasaan seperangkat kompetensi yang meliputi kompetensi keterampilan proses dan kompetensi penguasaan pengetahuan merupakan unsur yang dikolaborasikan dalam bentuk satu kesatuan yang utuh dan membentuk struktur kemampuan yang harus dimiliki seorang guru, sebab kompetensi merupakan seperangkat kemampuan guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah, tuntutan masyarakat, dan perkembang-an ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kompetensi Keterampilan proses belajar mengajar adalah penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kompetensi dimaksud meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, menyusun program perbaikan dan pengayaan, serta menyusun program bimbingan dan konseling sedangkan Kompetensi Penguasaan Pengetahuan adalah penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kompetensi dimaksud meliputi pemahaman terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan potensi peserta didik, dan penguasaan akademik (Rusmini, 2003).
4. Antar Hubungan dan Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga, di tempat kerja, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat komunikasi.
Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad A. (2001) bahwa kelupaan informasi dapat memberikan efek yang lebih besar terhadap kelangsungan kegiatan.
Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka (Kohler, 1981). Guru dalam proses pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara guru dengan Kepala Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar. Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan baik.
Menurut Forsdale (1981) bahwa “communication is the process by which a system is established, maintained, and altered by means of shared signals that operate according to rules”. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa komunikasi manusia adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain (Brent D. Ruben, 1988).
Hubungan sosial antar manusia selalu terjadi di lingkungan kerja. Sebagai peneliti Terence R. Mitchell 1982 (dalam Junaidin, 2006) menemukan bahwa orang-orang di dalam organisasi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk interaksi interpersonal. Hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan. Di sekolah hubungan dapat terjadi antara kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan guru serta guru dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa lebih sering dilakukan dibandingkan dengan hubungan guru dengan guru atau hubungan guru dengan kepala sekolah. Setiap hari guru harus berhadapan dengan siswayang jumlahnya cukup banyak yang terkadang sangat merepotkan tetapi bagi guru interaksi dengan siswa merupakan hal sangat menarik dan mengasyikkan apalagi dapat membantu siswa dalam menemukan cara mengatasi kesulitan belajar siswa.
5. Hubungan dengan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Menurut Pidarta (1999) bahwa suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri dari masyarakat. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah itu berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya termasuk masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas ia tidak dapat mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke ambang kematian.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat merupakan kelompok individu–individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga penyelenggaran pendidikan, lembaga keagamaan, kepramukaan, politik, sosial, olah raga, kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap pendidikan di sekolah.
Sekolah berada ditengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai positif yang ada dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat berlangsung dengan baik. Mata yang kedua adalah sebagai lembaga yang mendorong perubahan nilai dan tradisi sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan. (Soetjipto dan Rafles Kosasi, 1999).
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat. Hal ini dipertegas Mulyasa (2003) bahwa Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu kepentingan sekolah dan kebutuhan masyarakat.
6. Kedisiplinan
The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang.
Sedangkan Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut
a. 1). Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna mencapai
maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.
b. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan
c. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
d. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan disiplin menurut Arikunto, S. (1993) yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya. Sedangkan Depdikbud (1992) menyatakan tujuan disiplin dibagi menjadi dua bagian yaitu :
(1). Tujuan Umum adalah agar terlaksananya kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan (2). Tujuan khusus yaitu : (a). Agar Kepala Sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, (b). Agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada disekolah dan diluar sekolah (c). Agar tercipta kerjasama yang erat antara sekolah dengan orang tua dan sekolah dengan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.
Kedisiplinan sangat perlu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu membangun kinerja yang profesional sebab pemahaman disiplin yang baik guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Kemampuan guru dalam memahami aturan dan melaksanakan aturan yang tepat, baik dalam hubungan dengan personalia lain di sekolah maupun dalam proses belajar mengajar di kelas sangat membantu upaya membelajarkan siswa ke arah yang lebih baik. Kedisiplinan bagi para guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
7. Kesejahteraan
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002) menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang layak. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin hidup layak bersama keluargannya.
8. Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan individu maupun dengan lingkungannya.
Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang dari dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.
Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.
Litwin dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A Marray dan Kurt Lewin (dalam Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Post a Comment