Model Implementasi pendidikan karater pada di Sekolah - 1. Pendidikan Karakter Secara Terpadu melalui Manajemen Sekolah : H. Koontz & O’Donnel (Aldag, 1987) menyatakan manajemen itu berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan yang dilakukan secara bersama-sama. Senada dengan pendapat tadi, Siregar (1987) menyatakan manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian dengan memanfaatkan ilmu dan seni, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Manajemen didefinisikan juga sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah diinginkan.
Selain itu, manajemen mengandung pengertian pemanfaatan sumber daya untuk tercapainya tujuan. Sumber daya adalah unsur-unsur dalam manajemen yang meliputi: manusia, bahan, mesin/peralatan, metode/cara kerja, modal uang, dan informasi. Sumber daya bersifat terbatas, sehingga tugas manajer adalah mengelola keterbatasan sumber daya secara efisien dan efektif agar tujuan dapat tercapai.
Proses manajemen adalah proses yang berlangsung secara terus-menerus, dimulai dari membuat perencanaan dan pembuatan keputusan; mengorganisasikan sumber daya yang dimiliki; menerapkan kepemimpinan untuk menggerakkan sumber daya; dan melaksanakan pengendalian. Proses ini oleh sebagian kalangan di Barat disebut konsep POAC (Planning-Organizing-Actuating-Controlling), sementara itu pendekatan ini di Jepang dikenal dengan istilah pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam konteks dunia pendidikan, manajemen pendidikan maupun manejemen sekolah adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dalam upaya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, keterkaitan antara nilai-nilai perilaku dalam komponen-komponen moral karakter terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, kebangsaan dan keinternasionalan membentuk suatu karakter manusia yang unggul. Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain meliputi: (a) nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, (b) muatan kurikulum nilai-nilai karakter, (c) nilai-nilai karakter dalam pembelajaran, (d) nilai-nilai karakter pendidik dan tenaga kependidikan, dan (e) nilai-nilai karakter pembinaan kepesertadidikan.
2. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter, sebagai sebuah institusi, sekolah dituntut untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, keberhasilan pendidikan karakter terkait dengan kondisi peserta didik. Fungsi pendidikan karakter adalah untuk menunjukkan kesadaran normatif peserta didik, seperti berbuat baik dan melaksanakan tanggung jawabnya agar terinternalisasi pada pembentukan pribadi para peserta didik.
Organ manusia yang berfungsi melaksanakan kesadaran normatif ialah hati nurani atau kata hati. Sementara organ penunjangnya ialah pikiran atau logika. Pendidikan karakter diprogram untuk upaya kesadaran normatif yang ada pada hati nurani supaya diteruskan kepada pikiran untuk dicari rumusan bentuk perilaku, kemudian ditransferkan ke anggota badan pelaksana perbuatan. Contoh, mulut pelaksana perbuatan bicara atau bahasa melalui kata-kata, maka sistem mulut memfungsikan kata-kata bersifat logis atau masuk akal, bahkan dengan landasan kesadaran norma dan tanggung jawab akan terjadi komunikasi dengan perkataan santun akan jauh dari celaan yang menyakitkan orang lain.
Karena itu, pendekatan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan, yakni dengan menciptakan iklim yang merangsang pikiran peserta didik untuk dijadikan sebagai alat observasi dalam mengeksplorasi dunia. Interaksi antara pikiran dan dunia harus memunculkan proses adaptasi, penguasaan dunia dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Keberhasilan anak menjalani interaksi dengan dunia akan membentuk kemampuan merumuskan cita-citanya, bahkan cita-cita itu dijadikan pedoman hidup. Dengan pedoman hidup itu ia menentukan arah sekaligus membentuk norma hidupnya.
Kedua, kondisi sekolah dapat menciptakan iklim rasa aman bagi peserta didiknya. Jika peserta didik tidak merasa aman, seperti merasa jiwa tergonjang, cemas, atau frustrasi akibat mendapatkan pengalaman kurang baik dari sekolah, maka ia tak akan dapat menanggapi upaya pendidikan dari sekolahnya, bahkan ia sering kali merespons upaya pendidikan dengan bentuk protes atau agresi terhadap lingkungannya. Perasaan nyaman dan tidak diliputi kecemasan di sekolah hanya mungkin bila suasana sekolah mencintai anak dengan menciptakan iklim keterbukaan, mesra, bahagia, gembira dan ceria.
Ketiga, kebijakan sekolah dalam merumuskan bahan belajar pendidikan berbasis karakter diorientasikan ke masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggambarkan indikasi bentuk baru peradaban masyarakat. Ada dua hal yang menjadi dasar pertimbangannya, yakni (1) proses pembangunan berkonsekuensi terhadap perubahan bentuk baru kebiasaan hidup masyarakat dan (2) pendidikan berbasis karakter harus berperan sebagai penyeimbang proses pembangunan.
3. Implemantasi Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran
Dalam pembelajaran dikenal tiga istilah, yaitu: pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pendekatan pembelajaran bersifat lebih umum, berkaitan dengan seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Teknik pembelajaran adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas sesuai dengan pendekatan dan metode yang dipilih. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, pendekatan lebih bersifat aksiomatis, metode bersifat prosedural dan teknik bersifat operasional (Abdul Majid, 2005). Beberapa ahli dan praktisi seringkali tidak membedakan ketiga istilah tersebut secara tegas. Seringkali, mereka menggunakan ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama.
Setidaknya terdapat dua pertanyaan mendasar yang perlu diperhatikan terkait dengan proses pembelajaran, yaitu: (1) Bagaimanakah efektivitas guru dalam melaksanakan pengajaran, dan (2) Bagaimanakah siswa dapat belajar dan menguasi materi pelajaran seperti yang diharapkan. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila guru dapat menyampaikan keseluruhan materi pelajaran dengan baik dan siswa dapat menguasai substansi tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai; fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari, mempedulikan dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai perilaku kehidupan sehari-hari para peserta didik.
Dalam struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan, pada dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Secara subtantif, setidaknya terdapat dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran di SMP mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
4. Implemtasi Pendidikan Karakter melalui Ekstrakurikuler
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik maupun tenaga kependidikan lain yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Visi kegiatan ekstrakurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstrakurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengeskpresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri maupun kelompok.
Sementara itu, fungsi kegiatan ekstrakurikuler meliputi:
- Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
- Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik terhadap sesama dalam lingkungan sekitarnya.
- Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan pribadinya.
- Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik di masa depan.
- Prinsip kegiatan ekstrakurikuler, meliputi:
- Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat masing-masing peserta didik.
- Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh peserta didik.
- Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
- Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan bagi peserta didik.
- Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
- Manfaat sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.
Post a Comment