PEMBERANTASAN FILARIASIS : Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan dengan cara pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmissi.
Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan :
1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%
2. Menurunkan nf rate menjadi < 5%
3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR)
4. Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas :
a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Anopheles : residual indoor spraying
Aedes : aerial spraying
b. Pemberantasan jentik nyamuk
Anopheles : Abate 1%
Culex : minyak tanah
Mansonia : melenyapkan tanaman air tempatperindukan, mengeringkan rawa dan saluran air
c. Mencegah gigitan nyamuk
Menggunakan kawat nyamuk/kelambuMenggunakan repellent Kegiatan pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik tidak masuk dalam program pemberantasan filariasis diPuskesmas yang dikeluarkan oleh P2MPLP pada tahun 1992.
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan filariasis.
Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari gigitan nyamuk.
Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria.
EPIDEMIOLOGI FILARIA DI INDONESIA
Filariasis erupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit filaria yang menyerang kelenjar dan pembuluh getah bening Di Indonesia filariasis limfatik disebabkan oleh Wuchereria bancrofti (filariasis bancrofti) serta Brugia malayi dan Brugiatimori (filariasis brugia) dan dikenal umum sebagai penyakit kaki gajah atau demam kaki gajah. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria dalam peredaran darah.
W. bancrofti dan B. timori hanya ditemukan pada manusia. Berdasarkan sifat biologik B. malayi di Indonesia didapatkan dua bentuk yaitu bentuk zoophilic dan anthropophilic. Periodisitas mikrofilaria di peredaran darah pada jenis infeksi yang hanya ditemukan pada manusia bersifat noktumal, sedangkan yang ditemukan pada manusia dan hewan (kera dan kucing) dapat aperiodik, sub-periodik atau periodik.
Filariasis ditularkan melalui vektor nyamuk Culex quinque-fasciatus di daerah perkotaan dan oleh Anopheles spp., Aedes spp. dan Mansonia spp. di daerah pedesaan. Di dalam nyamuk, mikrofilaria yang terisap bersama darah berkembang menjadi larva infektif. Larva infektif masuk secara aktif ke dalam tubuh hospes waktu nyamuk menggigit hospes dan berkembang menjadi dewasa yang melepaskan mikrofilaria ke dalam peredaran darah. Filariasis ditemukan di berbagai daerah dataran rendah yang berawa dengan hutan-hutan belukar yang umumnya didapat di pedesaan di luar JawaBali. Filariasis brugia hanya ditemukan di pedesaan sedangkan filariasis bancrofti didapatkan juga di perkotaan. Prevalensi filariasis bervariasi antara 2% sampai 70% pada tahun 1987.
Penyakit kaki gajah di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugiatimori, sedangkan vektor penyakitnya adalah nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor filaria di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari genus Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres. Menurut Soedarto (1989) sejumlah nyamuk yang termasuk dalam genus Culex dikenal sebagai vektor penyakit menular. Culex gunguefasciatus atau Culex fatigans menyukai air tanah dan rawa-rawa sebagai tempat berkembang biaknya, vektor ini dapat menularkan demam kaki gajah pada manusia. Beberapa jenis culex lainnya berkembang biaknya berbeda-beda jenisnya baik berupa air hujan dan air lainnya yang mempunyai kadar bahan organik yang tinggi. Umumnya menyukai segala jenis genangan air terutama yang terkena sinar matahari. Menurut Hudoyo (1983) Anopheles barbirotris tempat perkembangannya adalah di air tawar yang tergenang di tempat terbuka baik alamiah (rawa-rawa) maupun buatan atau kolam, di air mengalir yang perlahan-lahan ditumbuhi tanaman air. Di beberapa daerah, terutama di pedesaan penyakit ini masih endemis. Sumber penularnya adalah penderita penyakit kaki gajah baik yang sudah menimbulkan gejala-gejala ataupun tidak, karena didalam darah terdapat mikrofilaria yang dapat ditularkan oleh nyamuk.
Menurut Menkes (2009) menyebutkan, saat ini di Indonesia tercatat 11 ribu orang menderita penyakit kaki gajah yang tampak, dimana telah terjadi pembesaran di kaki dan kelenjar getah bening lainnya. Pendudu yang terinfeksi tentunya jauh lebih banyak, mereka akan diketahui setelah dilakukan tes darah.
Tetapi hal ini juga sulit dilakukan karena micro filaria hanya dapat terdeteksi pada malam hari, sehingga penemuan kasus Filariasis menjadi sulit. Dijelaskannya, filariasis ditularkan melalui nyamuk, karena sifatnya yang demikian maka hal yang harus dilakukan yakni, jika ada seseorang di suatu daerah terkena kaki gajah maka harus dilakukan pengobatan bagi seluruh penduduk dengan pemberian obat (pengobatan masal) satu kali selama satu tahun berturut turut hingga lima tahun.
Di Indonesia sebenarnya sudah memiliki program pengobatan masal hasil rekomendasi WHO ini sejak tahun 1970-an dan sudah ada maping yang menunjukkan bahwa filariasis terjadi di 386 kab/kota bukan hanya di kantong-kantong tetapi sudah merata, sejak tahun 2002 juga sudah dilakukan pengobatan masal, ada sekitar 32 juta orang yang sudah meminum obat. Untuk itu menurutnya, filariasis harus diatasi secara serius karena selain menyebabkan orang menjadi tidak produktif, meskipun dapat sembuh namun akan terjadi kecacatan.
Post a Comment