Botani Tanaman
Sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai berikut ; Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Graminae, Famili : Graminaceae, Genus : Zea, Spesies: Zea mays L. (Steenis, 1989).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari empat macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk menghisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999)
Batang tanaman yang kaku ini tingginya berkisar 1,5-2,5 m dan terbungkus pelepah daun yang berselang- seling dari setiap buku. Buku batang mudah terlihat dan pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus batang utama. Batang jagung termasuk batang rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras mempunyai ruas-ruas yang nyata dan sering berongga. Batang jagung bulat (teres), licin (leavis), arah tumbuhnya tegak lurus (erectus) dan cara percabangan monopodial. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stomata dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007)
Jagung merupakan tanaman berumah satu dan menghasilkan bunga-bunga jantannya dalam satu pembungaan terminal (malai) dan bunga-bunga betinanya pada tunas samping (tongkol). Jagung adalah protandus, yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik (umumnya dikenal sebagai rambut). Karena pemisahan tongkol dan malai bunga jantan serta protandri pembungaannya, jagung merupakan suatu spesies yang terutama menyerbuk silang (Fischer dan Palmer, 1992).
Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson, 1991).
Syarat Tumbuh
Untuk pertumbuhannya, tanaman jagung dapat hidup baik pada suhu antara 26,5o_29,5oC. Bila suhu di atas 29,5oC maka air tanah cepat menguap sehingga menggangu penyerapan unsur hara oleh tanaman. Sedangkan suhu dibawah 26,5oC akan mengurangi kegiatan respirasi (Irfan, 1999).
Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500 mm per tahun. Curah hujan yang lebih ataupun kurang dari angka yang disebutkan akan menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih sedikit pada pertumbuhan vegetatif dibanding dengan pertumbuhan generatif. Setelah tongkol mulai kuning air tidak dibutuhkan lagi. Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata (Tobing, dkk., 1995).
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh di dataran tinggi ±1300 m di
atas permukaan laut. Panen pada musim kemarau berpengaruh terhadap semakin cepatnya kemasakan biji dan proses pengeringan biji di bawah sinar matahari (Rukmana, 1997).
Tanah
Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, pasang surut asalkan syarat tumbuh diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol dan Grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, kaya humus (Purwono dan Hartono, 2005)
Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase agak cepat, tingkat kesuburan sedang, kandungan humus sedang. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 5,2 - 8,5 yang optimal antara 5,8 - 7,8. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. pH lebih dari 7,0 unsur P terikat oleh CO sehingga tidak terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan unsur hara sulit diserap oleh akar tanaman. Jadi, pH tanah dan unsur-unsur hara yang ada (tersedia) bagi tanaman saling berkaitan (Djaenuddin, 2000).
Apabila tanah yang akan ditanam tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP-36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar (Rukmana, 1997).
Glifosat
Glifosat (N-(fosfonometil) glisin) adalah herbisida yang berspektrum luas, nonselektif, post emergence dan telah digunakan secara ekstensif di seluruh dunia selama tiga dekade. Cara kerjanya adalah menghambat enzim sintase 5-enolpyruvylshikimat-3-fosfat (EPSPS), menyebabkan beberapa gangguan metabolisme, sehingga terganggunya jalur shikimat. Enzim ini merupakan langkah penting dalam jalur asam shikimat untuk biosintesis asam amino aromatik pada tanaman dan mikroorganisme seperti phenylalanine, tryptophan dan tyrosine dan penghambatan yang menyebabkan kurangnya pertumbuhan tanaman dengan gejala yang dihasilkan berupa khlorosis dan nekrosis (Nandula,dkk., 2005 ; Herman, 2007 ; Djojosumarto 2008).
Glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan secara global karena kandungan toksisitasnya rendah bagi manusia dan lingkungan. Penggunaan enzim pendegradasi glifosat yang berasal dari bakteri seperti glifosat oxidoreductase (GOX) bersama dengan EPSPS toleran herbisida glifosat adalah teknik yang efektif untuk memberikan toleransi glifosat maksimum pada tanaman pangan
Berikut merupakan deskripsi umum Glifosat:
Nama Umum : Glifosat
Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid
Rumus Bangun :
Glifosat adalah salah satu bahan aktif dari herbisida golongan organofosfor, yang diproduksi oleh Monsanto Co.USA tahun 1971. Bentuk fisiknya berupa bubuk (powder), berwarna putih, mempunyai bobot jenis (BJ) 0,5 g/cm3 dan kemampuan larut dalam air 1,2% (Wardoyo, 2001).
Mode of action dari suatu herbisida, merupakan gejala umum dari tindakan suatu herbisida dalam mematikan suatu tumbuhan, yang diutarakan sebagai urutan masuknya herbisida dalam suatu lingkungan tumbuh sampai berdampak negatif (Moenandar, 1990).
Menurut Amstrong (2008) glifosat memiliki mode of action dengan cara menghambat asam amino aromatik. Glifosat dapat sangat merusak atau membunuh jaringan tanaman hidup yang mengalami kontak langsung. Proses kerja glifosat diawali dengan absorpsi oleh tanaman. Agar efektif, suatu herbisida seharusnya (1) cukup kontak dengan tumbuhan, (2) dapat diabsorpsi oleh tumbuhan, (3) bergerak ke bagian tanaman yang akan diserang tanpa merusaknya, dan (4) mencapai level beracun di bagian tanaman yang dituju (Lingenfelter dan Hartwig, 2007).
Pada tanaman, mode of action dari glifosat berupa menipisnya sintesa biomolekul esensial dari jalur asam shikimat, reduksi energi dalam pembentukan adenosin 5-triposphate dan pengalihan karbon dalam pembentukan PEP (Phopoenolpyruvate) sehingga terjadi akumulasi yang berlebihan pada asam shikimat (Kaundun,dkk., 2008).
Jagung Roundup Ready (RR)
Jagung RR mengandung gen EPSPS dimodifikasi dari gen C4 EPSPS yang berasal dari Agrobacterium sp.strain CP4 merupakan modifikasi protein jagung EPSPS (mEPSPS) berbeda dari tipe jagung EPSPS dengan dua asam amino. Protein mEPSPS memiliki afinitas rendah untuk glifosat dibandingkan dengan tipe enzim liar EPSPS. Dengan demikian, ketika tanaman jagung yang diperlakukan dengan glifosat mengekspresikan protein mEPSPS oleh karena itu tanaman tersebut tidak akan terpengaruh. Tindakan lanjut dari enzim mEPSPS toleran menyediakan asam aromatik bagi kebutuhan tanaman (Shanner, 1995)
Perbedaan antara jagung RR dan tanaman konvensional adalah tingkat kerentanan terhadap penyakit dan serangga. Uji coba pangan yang dilakukan di berbagai geografis yang luas dari lingkungan telah menunjukkan tidak ada perbedaan fenotip kecuali untuk toleransi terhadap glifosat (Shidu,dkk., 2000)
Dalam memproduksi tanaman transgenik melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi molekuler dan seluler. Suatu sifat yang diinginkan harus dipilih dan gen yang mengatur sifat tersebut harus diidentifikasi. Apabila gen yang diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi dari organisme donor. Organisme donor bisa berasal dari virus, bakteri, jamur, serangga atau hewan (Herman, 2002).
Beberapa contoh tanaman produk bioteknologi yang telah dihasilkan menurut Global Knowledge Center on Crop Biotechnology yaitu;
Tabel 1. Tanaman produk bioteknologi yang telah dihasilkan menurut Global Knowledge Center on Crop Biotechnology
Tanaman
Sifat
Kanola
Kandungan asam oleat tinggi
Jagung
Toleran herbisida
Jagung
Tahan hama
Kapas
Tahan hama
Pepaya
Tahan virus
Kentang
Tahan hama
Kentang
Tahan virus
Kedelai
Tahan herbisida
Kedelai
Kandungan asan oleat tinggi
Jeruk
Tahan virus
Tomat
Penundaan pemasakan
Tomat
Toleran herbisida
( Mahuhara, 2006).
Beberapa perakitan tanaman transgenik tahan herbisida ditujukan untuk mengurangi pemakaian herbisida glifosat, asulam (methyl (4 aminobenzenesulphonyl)-carbamate), atrazine (2-chloro-4-(ethylamine)-6 (isopropylamino)-s-triazine), sulphonyl urea dan chlorsulphuron. Beberapa tanaman transgenik tahan herbisida yang telah ditanam secara luas antara lain kanola, jagung, kapas, kedelai dan tomat (Manuhara, 2006).
Metode Pengendalian Gulma
Pada pokoknya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu mekanis, kultur teknis, fisis, biologis, kimia dan terpadu.
Metode mekanis
Pengendalian gulma secara mekanis menggunakan alat-alat pertanian, baik dengan tenaga manusia (manual) dan peralatan seperti cangkul, parang, babat, garuk, dan sebagainya, maupun dengan menggunakan traktor yang dilengkapi peralataan seperti luku, tajak, garuk, sabit, atau babat.
Prinsip dari metode mekanis adalah merusak sistem perakaran dan rimpang (rhizoma) maupun bagian di atas tanah dari gulma dengan alat-alat pertanian sehingga gulma merana atau mati. Cara ini dahulu umum dilakukan di perkebunan karet dan dewasa ini juga dilakukan pada keadaan tertentu.
Metode kultur teknis
Dalam hal ini teknik bercocok tanam dimanfaatkan atau disesuaikan untuk menekan pertumbuhan gulma. Misalnya menentukan jarak tanam lebih rapat sehingga terbentuk naungan yang menekan pertumbuhan gulma, rotasi tanaman, dan sebagainya.
Metode fisis
Pengendalian gulma secara fisis yang umum adalah dengan membakar gulma dan dengan penggenangan air. Metode ini tidak lazim digunakan di areal perkebunan karet. Pembakaran lazim dilakukan pada pembukaan lahan.
Metode biologis
Metode biologis yakni menggunakan jasad hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang untuk pengendalian gulma. Contoh di perkebunan kareta adalah pembangunan penutup tanah kacang-kacangan (Leguminosae), di samping tujuan-tujuannya yang lain, akan menekan pertumbuhan gulma.
Metode kimia
Pengendalian gulma secara kimia adalah dengan menggunakan herbisida. Herbisida adalah persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan yang normal dari tumbuh-tumbuhan. Metode kimia ini umum dipergunakan di perkebunan karet dewasa ini.
Metode terpadu
Pengendalian gulma secara terpadu adalah menggunakan gabungan metode mekanis, kultur teknis, fisis, biologis dan kimia secara tepat untuk menekan populasi gulma dan mempertahankannya pada tingkat yang tidak merugikan, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan (klingman, 1975, Fryer, 1977).
Post a Comment