Paradigma
Al-Quran dan As-Sunnah tentang olahraga dan kesehatan
Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh
sacara sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan pentunjuk-petunjuk-Nya.
Maka kata ‘afiat dapat diartikan pula
sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaanya.
Jika sehat di artikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka
agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat
maupun membaca tanpa bantuan kacamata. Tetapi, mata yang ‘afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang
bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan
pandangan dari objek-objek yang terlarang karena itulah fungsi yang diharapkan
dari penciptaan mata.
Nikmat dari Allah sangat berlimpah tidak terkira : ”Maka jika kamu mau menghitung nikamat
Allah, niscahaya kamu tidak akan dapat menghitungnya” (QS An Nahl :18). Dan
diantara nikmat yang sangat berharga dan tidak ternilai itu adalah nikmat
kesehatan. Berapa harga mata, indra pendengaran, ginjal, jantung atau hati?
Maukah kamu menukar mata dengan kekayaan dunia beserta isinya? Dr. Harold J.
Morovitz pernah iseng-iseng menaksir harga fisik tubuh manusia beserta
kelengkapanya organ-organnya. Menurutnya bila seseorang berbobot 60 kg maka
nilai tubuhnya berkisar US$ 6 juta atau 60 milyar rupiah (jika kurs US$ 1 = Rp
10.000).
Begitu mahalnya manusia sehingga Al- Qur’an
menegaskan bahwa harga satu orang manusia sama dengan seluruh kehidupan umat
manusia (QS Al-Maidah : 32). Demikian besarnya nikmat kesehatan ini, sehingga
dalam sebuah Hadist, Nabi SAW menggandengkan dua nikmat yang sangat besar bagi
manusia yaitu nikmat iman dan kesehata : “Sesungguhnya
manusia tidak diberi yang lebih baik di dunia daripada keyakinan dan kesehatan
maka mohnlah keduanya kepada Allah SWT”. (HR Ahmad). Dalam Hadist tersebut
Rasullah SAW merangkaikan persyaratan mendasar untuk memperoleh kesejahteraan
dunia dan kesejahteraan bagi kehidupan akhirat.
Iman adalah dasar untuk dapat selamat dalam menempuh
hidup ini dan “terutama untuk kehidupan setelah mati” karena hanya imanlah
satu-satunya yang mengarahkan pandangan bahwa cita-cita kesuksesan hidup jangan
sebatas pengalaman teresterial duniawi
tapi juga harus menembus sekat-sekat alam fisis ketika kelak kita memasuki
pengalaman transcendental saat mati nanti. Sedang kesehatan adalah basis fisik
meraih kesejahteraan hidup di dunia ini, kerena
betapapun banyak nikmat yang dimiliki menjadi tidak bermakna bila
seseorang jatuh sakit. Rasullah mengatakan :
“Orang yang memasuki pagi hari dengan kesehatan yang baik, aman ditempat
kediamannya dan memiliki makanan harianya, maka seolah-olah seluruh kehidupan
dunia initelah di anugerahkan kepadanya “, (HR At-Turmudzi).
Para ulama Salafusshaleh menyatakan bahwa ayat yang
berbunyi : “Kemudian sungguhh kalian akan
dimintai pertanggungjawaban tentang kenikmatan (yang kalian rasakan didunia
ini),” (QS At Takatsur :8), juga mengisyaratkan tentang kesehatan. Seperti
kata Soraya Susan Behbehani : “Tubuh harus dirawat karena ia adalah cetakan
bagi kehidupan dan jiwa ada di dalamnya ; semacam kerang yang mengandung
mutiara yang sedang tumbuh, tanpa kerang tidak akan ada mutiara”.
Simpul-simpul pemeliharaan kesehatan dalam Islam
terletak pada kehidupan yang bersih, aktif, tenang, moderat, adil, porposional,
seimbang dan alami. Jangan melakukan sesuatu dengan mengabaikan kebutuhan diri.
Rasullah SAW menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampui batas,
bersifat eksterm dan berlebih-lebihan dalam ibadah, seperti dalam sabdanya :
“sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”. Ketika ada seorang shabat
yang berazam akan berpuasa terus menerus, shalat tahajud sepanjang malam penuh
sehingga kebutuhan jasmaninya terabaikan, Nabi malah mengatakan “Sesungguhnya aku mengawini wanita, memakan
daging, aku tidur, bangun (shalat malam), puasa dan berbuka. Siapa yang tidak
menyukai sunnahku maka ia bukan dari umatku.”
Sayyidina Ali r.a mengatakan : “hiburlah hatimu,
kerena bila ia lelah , hati cenderung menjadi buta”. Siapapun kita telah
ditegaskan oleh Allah bahwa kita tidak dituntut melakukan sesuatu diluar batas
kemampuan kodrat kita :”Allah tidak
membebani seseorang malainkan sesuai dengan
kadar kemampuanya” (QS Al Baqarah : 286). Perintah-perintah dalam
ibadah selalu proposional dengan menjaga keseimbangan kebutuhan materil dan
spiritual.
Post a Comment