Pada masa penjajahan Belanda
hingga setelah pada masa penjajahan Jepang kita bisa melihat sejarah
pengangkutan. Pada tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah
tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari alam seperti angin atau air.
Barang–barang yang diangkut pada masa tersebut pun rata–rata dalam jumlah kecil
dan waktu yang ditempuh juga relatif lama.
Maka dari itu timbullah pemikiran
untuk membangun jalan rel guna memenuhi kebutuhan tersebut. Sejarah
perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi pada umumnya yang diawali
dengan penemuan moda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta, kemudian dibuatlah kereta kuda yang lebih dari satu rel yang berjalan
di jalur tertentu yang terbuat dari besi, dan digunakan khususnya di daerah
pertambangan untuk menarik hasil tambang dengan tenaga kuda.
Seiring dengan berkembangnya
zaman maka mulai dimanfaatkanlah tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta
api yang banyak digunakan sebagai alat transportasi. Pengangkutan itu diartikan
sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses
pengangkutan merupakan gerakan dari empat asal, darimana kegiatan angkutan
dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan itu sendiri.
Kehadiran kereta api di Indonesia
diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa
Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.L.A.J Baron Sloet
Van Den Beele yang diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J. P De
Bordes dari Desa Kemijen menuju Desa
Tanggung sepanjang 26 km dengan lebar spur 1435 mm. Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 17 Juni 1868,
pengoperasian pertama perjalanan kereta
api (KA) antara Stasiun Kemijen-Tanggung diresmikan. Ruas jalan ini
dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta NV.NISM
membangun jalan kereta api antara Kemijen-Tanggung, yang kemudian pada tanggal
10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 km), akhirnya
mendorong minat investor untuk membangun
jalan kereta api di daerah lainnya.
Selain di Jawa, pembangunan jalan
kereta api juga dilakukan di Aceh (1874),
Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan
tahun 1992 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang
pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujung Pandang–Maros belum sempat
diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun studi jalan
kereta api Pontianak–Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga di Pulau
Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.
Sampai dengan tahun 1939, panjang
jalan kereta api di Indonesia mencapai 6811 km. Akan tetapi, pada tahun 1950
panjangnya berkurang menjadi 5910 km. Sekitar 901 km jalan kereta api raib,
diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma
untuk pembangunan jalan kereta api di sana.
Tujuan didirikannya perusahaan KA
oleh zaman Pemerintah Hindia Belanda adalah sebagai sarana logistik dan politik
untuk kepentingan strategis peperangan dan untuk menunjang kebutuhan ekonomi
Pemerintah Hindia Belanda, terutama setelah terjadinya revolusi industri di
Eropa yang mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk mengekspor hasil bumi dari
Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang
seluruh jaringan jalan KA zaman Pemerintah Hindia Belanda dikuasai oleh Jepang
dengan nama Tedsudo Kyoku yang berkantor pusat di Bandung. Sedangkan perkeretaapian
di Sumatera disebut Tedsudo Tai yang bekantor pusat di Bukit Tinggi.
Setelah kemerdekaan RI
diproklamirkan, karyawan kereta api yang tergabung dalam “Angkutan Moeda Kereta
Api” (AMKA), mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa
bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945 di Balai Besar Kereta
Api Bandung tersebut ditandai dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil
dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September
1945, kekuasaan perkeretaapian di
Indonesia berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak lagi
diperkenankan campur tangan dengan urusan perkeretaapian di
Indonesia. Hal ini Kereta Api di
Indonesia serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Perkeretaapian di Sumatera Utara
diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli
Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km
yang menghubungkan Labuhan dengan kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi
dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan daari pedalaman ke
pelabuhan Belawan.
Pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang.
Untuk daerah Sumatera Utara di bawah pemerintah Angkatan Laut Jepang dengan
nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Setelah Indonesia merdeka, 17
Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai
masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa
militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1
No.PM/KP TS/045/12/97).
Selanjutnya mulai tanggal 29
April 1963, berdasarkan UU No.80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK
MENHUB No.37/1/20 tanggal 17 Januari 1963
maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang
berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi
Regional I Sumatera Utara (Selanjutnya disingkat Divre I SU).
Seiring dengan perkembangan zaman
maka tidak terlepas dari peningkatan kebutuhan akan transportasi sehingga
dibutuhkan alternatif untuk memudahkan dan
memberikan kenyamanan kepada masyarakat dimana salah satunya adalah dengan adanya jalur kereta api bandara yaitu
Railink.
PT. Railink merupakan anak
perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Angkasa Pura II
(Persero) yang beroperasi mengangkut penumpang khusus untuk penumpang yang
tujuannya ke Bandara Udara Kuala Namu. Berbeda dengan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) yang dapat mengangkut penumpang dan barang dari tempat asal ke tempat
tujuan.
PT. Railink merupakan kereta api
bandara yang mempersembahkan layanan baru kali pertama di Indonesia yang berdiri
pada tanggal 25 Juli 2013 bersamaan dengan pengoperasian perdana bandara kuala
namu. PT. Railink didirikan dengan visi untuk menyuguhkan semangat baru dalam
pelayanan moda transportasi kereta api di Indonesia.
PT. Railink sebagai kereta api bandara
pertama ini melayani penumpang dari kota medan menuju bandara demikian juga
sebaliknya. Sebagai layanan transportasi khusus, kereta api bandara ini
memiliki fasilitas serta layanan yang menjadi standard baru dalam
perkeretaapian Indonesia. Dimana angkutan kereta api bandara ini dirancang
untuk mempermudah serta memberikan kenyamanan bagi para penumpang angkutan
udara.
Perusahaan yang bergerak di
bidang transportasi massal ini juga mempunyai visi dan misi yang mendukung
pengoperasiannya sebagai salah satu angkutan kereta api. Adapun visi dan misi
PT. Railink antara lain :
1.Visi
Menyelenggarakan bisnis kereta
api bandara serta kegiatan usaha lainnya terkait secara sehat, tumbuh dan
berkembang dengan model organisasi yang baik dan praktek bisnis yang etis serta
mengutamakan keselamatan dan keamanan operasional, kepuasaan pelanggan, kesejahteraan
karyawan serta memberi manfaat bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
2.Misi
Berusaha dalam
bidang pengangkutan darat, dengan melaksanakan kegiatan usaha :
a.Pengoperasian, pengelolaan dan
pengusahaan kereta api bandara;
b.Pengembangan dan pengelolaan
stasiun;
c.Pengadaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana kereta api;
d.Pembangunan prasarana kereta
api;
e.Konsultasi dan desain sistem
perkeretaapian;
f.Pengusahaan jasa lainnya yang
menunjang usaha pokok
PT. Railink telah mengembangkan
sistem layanan terpadu dalam pengelolaan dua stasiun yang menghubungkan rute Medan–Kuala
Namu ini memiliki dua stasiun. Dua stasiun tersebut adalah City Railway Station
di pusat kota Medan dan Airport Railway Station di Bandara Kuala Namu. Masing-masing
stasiun ini telah dibangun untuk melayani penumpang dengan berbagai fasilitas
pendukung yang modern serta dikelola oleh sumber daya manusia yang cakap dan
terampil.
Penumpang, pengantar maupun
penjemput, akan mendapatkan tempat yang aman, sejuk, dan nyaman saat menunggu
kereta api bandara, baik di stasiun kereta api bandara Medan maupun di stasiun
kereta api bandara Kuala Namu. Sejumlah fasilitas tersedia lengkap, dari
fasilitas umum seperti toilet, musholla, serta ruang menyusui yang selalu dalam
kondisi yang bersih dan nyaman. Tidak hanya itu pihak railink juga menyediakan
galeri ATM, minimarket serta tempat makan dan minum. Penumpang kereta api
bandara juga dapat menginap di hotel yang tempatnya masih didalam kawasan
stasiun kereta api bandara Medan.
Adapun tujuan PT. Railink Medan
sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan, antara
lain:
1. Mewujudkan penyelenggara jasa
angkutan penumpang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan pemerintah,
publik, dan lingkungan setempat.
2.Menunjang upaya pengurangan
kemacetan di jalan raya.
3.Membantu kelancaran kegiatan
masyarakat khususnya di bidang pengangkutan.
Daftar Bacaan :
Data dari PT.Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2009, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara, tgl. 30 Desember 2016.